Begini Cara Jemaah An Nadzir Menentukan Awal Puasa Ramadan

Selalu memakai standar yang disebut dengan metodologi hisab dan rukyat

Muhammad Yunus
Sabtu, 10 April 2021 | 21:16 WIB
Begini Cara Jemaah An Nadzir Menentukan Awal Puasa Ramadan
Pimpinan Jemaah An Nadzir Ustadz M Samiruddin Pademmui di Masjid Baitul Muqaddis, Sabtu 10 April 2021 / [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

SuaraSulsel.id - Pimpinan Jamaah An Nadzir Ustadz Samiruddin Pademmui mengatakan Jemaah An Nadzir menghitung dan menetapkan bulan Hijriyah, selalu memakai standar yang disebut dengan metodologi hisab dan rukyat. Oleh karena itu, sedikit banyak, perlu diketahui apa itu hisab dan rukyat.

Secara bahasa hisab artinya menghitung, sementara rukyat adalah melihat. Oleh karena itu, dalam menetapkan hitungan bulan tentunya tidak bisa lepas dari dua cara ini.

"Dalam menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, Jemaah An Nadzir tetap menggunakan dua standar. Hisab dan rukyat tersebut," kata Samiruddin dalam rilisnya, Sabtu 10 April 2021.

Dalam menghitung dan menetapkan bulan, tentu perlu ilmu dan pemahaman serta cara dan metodologi. Samiruddin menjelaskan cara atau metodologi yang dipakai Jamaah An Nadzir dalam menentukan puasa pertama Ramadan.

Baca Juga:Kampung Ini Sudah 10 Tahun Lock Down, Klaim Bebas Covid-19

Pertama, dalam menghitung dan menetapkan bulan, tetap mengacu pada standar fundamental 3 (tiga) sumber ilmu, yakni ilmu Alquran, Hadis, dan Ladunni.

Dalam hal ini, banyak sekali dalil dalam Alquran digunakan terkait masalah ini. Misalnya, Quran Surah Al Baqarah ayat 185, 187, 189. QS Yunus ayat 5-6. QS Yaasiin ayat 37-39 dan masih ada beberapa ayat lainnya.

Kemudian, ada Haditz Riwayat Abu Daud yg maknanya kurang lebih begini : "Intailah bulan Rajab untuk mengetahui Sya'ban dan Intailah bulan Sya'ban untuk mengetahui Ramadhan, serta Intailah bulan Ramadhan untuk mengetahui Syawal".

Pada Haditz lain Nabi Saw berkata : "Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berbukalah kamu ketika melihat bulan." Dan masih ada beberapa Haditz lain yg ada kaitannya dengan puasa yg dilakukan Rasulullah Saw.

Kedua, Jamaah An Nadzir, dalam melakukan pemantauan bulan, maka titik star pertama yang dilakukan adalah menentukan 3 (tiga) purnama, yakni 14, 15 dan 16 hitungan bulan berjalan.

Baca Juga:Dinilai Menyehatkan, Begini Cara Puasa Memengaruhi Tubuh

Ketiga, Setelah menentukan 3 (tiga) purnama 14, 15 dan 16, dari sini terus dihitung hingga 27, 28 dan 29 bulan berjalan.

Keempat, Pada hitungan 3 (tiga) bulan terakhir 27, 28 dan 29, An Nadzir akan memperhatikan jam terbitnya bulan di ufuk Timur. Sambil melihat bayangan bulan bersusun dengan menggunakan kain hitam tipis.

Kelima, Ketika bayangan bulan bersusun 3 berarti sisa bulan 2 hari lagi. Jika bayangan bulan bersusun 2 berarti sisa bulan tinggal 1 hari lagi.

Keenam, Pada saat bulan akan berakhir, biasanya secara Sunnatullah ditandai dengan beberapa fenomena alam. Seperti, turun hujan disertai kilat dan Guntur, serta tiupan angin agak kencang. Yang sekiranya kita berada di pinggir laut, maka kita akan menyaksikan perubahan arah perahu utara-selatan berbalik menjadi timur-barat.

Ketujuh, Fenomena alam sebagai tanda terakhir terjadinya pergantian bulan, yakni ketika air laut sudah mengalami pasang KONDAK. Pasang KONDAK adalah pasang puncak dan tertinggi air laut. Yang terjadi karena adanya gaya gravitasi bumi (tarik menarik) akibat antara bumi, bulan dan matahari berada pada posisi sejajar dalam bentuk horisontal.

Kedelapan, Pada saat terjadinya pasang KONDAK air laut, berarti pergantian bulan telah terjadi. Misalnya, bulan Rajab ke Sya'ban, bulan Sya'ban ke Ramadhan dan atau bulan Ramadhan ke Syawal.

Kesembilan, Perlu dipahami, bahwa, ketika bulan sabit terbit di Timur pada subuh hari, itu artinya bulan tua. Dan ketika bulan sabit sudah terbit di Barat, itu artinya sudah bulan baru. Terbitnya bulan baru di Barat, lebih sering dibawah garis horizontal atau dibawah ufuk. Bahkan terkadang sampai 10 derajat dibawah ufuk garis horinzontal. Sehingga bulan baru sangat sulit disaksikan muncul di atas ufuk Barat.

Sepuluh, Penting dipahami juga, bahwasanya, batasan terbitnya bulan di Timur di subuh hari adalah fajar Siddiq dan bukan fajar kasyib. Makanya, kita juga perlu memahami batasan fajar Siddiq dan fajar kasyib.

Sebelas, Ketika bulan terbit di Timur pada waktu fajar kasyib, maka yakinlah bahwa, bulan berjalan masih sampai ke ufuk Barat. Sedangkan ketika bulan terbit di Timur saat sudah fajar Siddiq, maka yakinlah bahwa perjalanan bulan sudah tidak sampai ke ufuk Barat. Artinya, akan terjadi pergantian bulan di jalan, bisa pagi, siang atau sore hari.

Nah, disinilah pentingnya kita memantau pasang KONDAK (puncak tertinggi) air laut sebagai tanda terakhir terjadinya pergantian bulan.

Duabelas, Ketika kita sudah mengetahui bahwa perjalanan bulan tidak lagi sampai ke Barat. Maka disinilah kemudian kita ada istilah puasa dengan niat menyambut. Artinya, kita dalam keadaan puasa, bulan Ramadhan masuk.

Termasuk juga kita ada istilah buka puasa di jalan yang biasa dilakukan di akhir Ramadhan. Karena pergantian bulan Ramadhan ke bulan Syawal sudah terjadi. Bisa pagi, siang ataupun sore hari. Jadi kita tidak lagi puasa hingga Maghrib baru berbuka puasa.

"Demikianlah, sekelumit uraian yang menjadi dasar, cara dan metodologi yang dipakai oleh Jamaah An-Nadzir dalam menghitung, mengamati dan menetapkan bulan Hijriyah. Semoga bermanfaat," ungkap Samiruddin.

"Semua kebenaran datangnya dari Allah Subhanahu Wata'ala semata. Segala kekurangan dan kekhilafan datangnya dari manusia. Termasuk penulis selaku hamba Allah yang sangat Daif," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini