SuaraSulsel.id - Kabupaten Bulukumba tidak hanya menawarkan keindahan alam. Daerah di ujung selatan pulau Sulawesi ini juga menawarkan wisata budaya. Pembuatan kapal pinisi.
Jika ingin melihat proses pembuatan perahu tradisional masyarakat Bugis Makassar yang sudah ada sejak zaman nenek moyang orang Indonesia. Anda bisa berkunjung ke Desa Tana Beru, di Kelurahan Tana beru, Bulukumba.
Kapal pinisi merupakan bukti Indonesia adalah negara maritim yang besar dengan pelaut dan pembuat kapal yang tangguh.
Desa pesisir yang penduduknya berprofesi sebagai pembuat perahu pinisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang ke pantai selatan. Bisa melihat kapal yang dibangun dengan harga miliaran rupiah, sambil berswafoto.
Baca Juga:Begini Jalur Jogging dari Pantai Tanjung Bira ke Titik Nol Bulukumba
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, juga mengambil kesempatan untuk berkunjung di sela kunjungan kerjanya di kabupaten yang dikenal sebagai Butta Panrita Lopi.
Nurdin mengatakan, Kapal Pinisi memiliki nilai sejarah yang tinggi. Kapal ini juga banyak dipesan berbagai negara dengan harga miliaran.
Bahkan banyak beroperasi di daerah wisata di Indonesia. Ia memiliki komitmen agar daerah wisata di Sulsel juga menggunakan kapal ini.
"Kapal ini asli Bulukumba," kata Nurdin.
Pembuatan Kapal Pinisi di Bulukumba adalah potensi yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Baca Juga:Waspada ! Cat Merah di Jalan Raya Ini Sering Telan Korban
Infrastruktur di lokasi pembuatan kapal Pinisi ini harus dihadirkan dengan baik.
"Di Mandala Ria sudah hadir toilet yang bagus, akses jalan yang bagus dan ruang serba guna. Semoga ini bisa digunakan dengan baik," sebutnya.
Nurdin juga menanyakan kendala apa yang dihadapi oleh para pembuat kapal. Termasuk kepada Rusdi Mulyadi yang akrab disapa Haji Ulli, yang sedang mengerjakan lima kapal.
Ulli menyampaikan agar terdapat dukungan dari pemerintah agar material bahan dipermudah untuk masuk ke Sulsel.
"Kami cuma minta dukungan pemerintah untuk mempermudah masuknya material. Material dari Kendari," sebut Ulli.
Kemampuan membuat kapal juga diwarisi olehnya dari orang tuanya, Haji Muslim Baso. Ia merekrut tenaga kerja dari warga setempat sebagai upaya pelestarian budaya dari nenek moyang.
Ia menjelaskan, pemesan kapal kebanyakan datang dari luar negeri, sebanyak 75 persen.
Sebelum memesan, pemesan melakukan survei. Tanpa promosi, karyanya dikenal dari unggahan sosial media para wisatawan. Ia mampu berkomunikasi langsung dengan pemesan.
"Rata-rata mereka melakukan survei. Saya berkomunikasi langsung, kalau rumit pakai penerjemah bahasa. Kapal ini investasinya besar, otomatis orang melalui tahap survei dulu. Kami tidak pernah upload di medsos. Cuma pengunjung datang foto-foto meminta izin (upload), kami bilang silahkan itu bagian dari promosi," ungkapnya.
Saat Nurdin berkunjung, Ia dan pekerjanya sedang mengerjakan pesanan pengusaha asal Kalimantan, keturunan Bugis. Kapal miliaran ini memiliki panjang 50 meter, lebar 13 meter dan tinggi badan 5,3 meter.
"Ini besar dan dari bahan kayu terpilih, badan kapal menggunakan kayu besi semua. Kalau masuk di struktur bangunan atas itu ada campuran kayu besi dan kayu jati. Kami hanya membuat kapalnya, interior dikerjakan oleh pihak lain. Kapal dikerjakan sembilan orang dengan penyelesaiannya dua tahun," jelasnya.
Dalam mengerjakan kapal, terkadang mereka tidak menggunakan desain. Desain digunakan ketika ada pesanan dengan spesifikasi khusus, misalnya dalam jumlah kabin dan kamar.
Ia menyampaikan harapannya kepada pemerintah agar bisa menghadirkan investasi berupa pembangunan docking kapal.
"Harapan kami, semoga Pak Gub bisa fasilitasi di pusat. Yang mau berinvestasi di sini terutama untuk membangun docking untuk perawatan kapal. Karena sangat lucu kita ahli pembuat kapal di sini tetapi sarana memperbaiki untuk perawatan kapal tidak ada," ungkapnya.
Dalam kunjungan ini, gubernur sekaligus meresmikan Masjid Al Muslimin yang disediakan termasuk bagi wisatawan untuk beribadah.