Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo Harus Hentikan Tradisi Pembungkaman

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sosok kapolri baru

Muhammad Yunus
Rabu, 20 Januari 2021 | 15:58 WIB
Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo Harus Hentikan Tradisi Pembungkaman
Kabareskrim Polri yang juga calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) bersiap mengikuti Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Kapolri di ruang Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/1/2021). [ANTARA FOTO/Pool/Galih Pradipta]

SuaraSulsel.id - Ade Wahyudin Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengatakan penentuan calon Kapolri pengganti Jenderal Polisi Idham Azis layak menjadi perhatian publik.

Menurutnya, posisi kepala Korps Bhayangkara menduduki posisi sangat strategis dalam setiap tata kelola pemerintahan.

Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sosok kapolri baru, terutama persoalan penjaminan pemenuhan hak asasi manusia, khususnya kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

"Kapolri baru harus mampu mendorong reformasi di tubuh kepolisian, menuntaskan kasus kekerasan pers dan menghentikan tradisi pembungkaman kebebasan berekspresi oleh aparat," kata Ade dalam rilisnya, Rabu 20 Januari 2021.

Baca Juga:Didukung 9 Fraksi, DPR Setuju Pengangkatan Komjen Listyo Jadi Kapolri

LBH Pers menilai kinerja Polri di bawah komando Idham Azis sejak menjabat menunjukkan arah kemunduran demokrasi.

Deretan panjang pelanggaran hak asasi manusia pada tahun 2020, menjadikannya sebagai tahun terburuk kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sepanjang era reformasi.

Hal ini tampak dari berulangnya pola – pola pembungkaman ekspresi yang menggunakan pasal - pasal karet.

Praktik penghalang – halangan Jurnalis yang sedang menjalankan kerja – kerja pers, serta langgengnya praktik impunitas terhadap berbagai kasus kekerasan dan serangan kepada masyarakat sipil dalam menyampaikan pendapat.

Sepanjang tahun 2019 dan tahun 2020 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers berhasil mencatat, untuk di tahun 2019 terdapat 79 kasus dan di tahun 2020 terdapat 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. 76 diantaranya dilakukan oknum aparat kepolisian.

Baca Juga:Listyo Bantah Polri Kriminalisasi Ulama: Memang Terjadi Tindak Pidana

Institusi kepolisian pada tahun-tahun terakhir menunjukkan pola-pola pendekatan represi terhadap kebebasan berekspresi maupun kebebasan pers.

Banyaknya kasus kriminalisasi terhadap jurnalis yang sampai pada tahap persidangan menunjukkan aparat kepolisian mengabaikan keberadaan UU 40 tahun 1999 tentang Pers.

Di lain sisi justru banyak kasus - kasus kekerasan serta pembungkaman ekspresi secara fisik, verbal maupun siber kepada jurnalis dan masyarakat sipil hingga kini yang tidak diketahui kejelasan pengusutannya.

Selain itu LBH Pers juga mengkritik keras kepada institusi Polri yang menerbitkan surat telegram terkait patroli siber pada tahun 2020.

Patroli siber tersebut tidak hanya berpotensi melanggar hak - hak masyarakat untuk berekspresi, namun juga dikhawatitkan dapat menggerus hak publik atas keterbukaan informasi publik. S

elain itu juga LBH Pers memandang penerbitan telegram terkait patroli siber juga dikhawatirkan dapat menciderai profesionalitas institusi Kepolisian itu sendiri.

Polri sebagai aparat penegak hukum harus memiliki perspektif hak asasi manusia yang jelas, agar kedepannya tidak ada lagi berbagai kasus - kasus kekerasan kepada Jurnalis dan masyarakat sipil yang melibatkan oknum Polisi.

Selain itu besar harapan kepada seluruh jajaran Polri untuk dapat memahami dengan jernih semangat dari kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai tonggak penting demokrasi di sebuah negara.

Berdasarkan kondisi di atas, dengan ini LBH Pers mendesak:

1.Presiden RI untuk memilih calon Kapolri yang berperspektif hak asasi manusia dan mampu mendorong reformasi di tubuh kepolisian, tidak berdasarkan kepentingan politis dan untuk melanggengkan kekuasaan.

2.Mendesak Kapolri terpilih untuk menghentikan tradisi pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Indonesia. Kapolri harus mau dan berani menindak keras jajaran Polri yang terbukti melakukan kekerasan

3.Mendesak Kapolri untuk melakukan reformasi di tubuh Polri agar menjadi sebuah institusi yang profesional dan memiliki perspektif hak asasi manusia secara jernih dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya

4.Aparat Penegak Hukum untuk menuntaskan pengusutan kasus – kasus kekerasan dan serangan siber yang dialami oleh Jurnalis dan media dalam melaksankan fungsi dan tugasnya. Seperti pengusutan kasus kekerasan yang dialami 4 jurnalis pada saat peliputan aksi penolakan pembahasan RKUHP pada 2019, yang hingga saat ini belum juga dituntaskan.

5.Aparat Penegak Hukum untuk mengusut secara tuntas kasus – kasus berupa serangan siber dan kekerasan kepada masyarakat sipil dalam menyampaikan kritik dan pendapatnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini