Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati mengatakan dalam kasus penambangan pasir di wilayah tangkap ikan nelayan Kodingareng tersebut juga melibatkan aparat polisi dari Direktorat Polairud Polda Sulsel.
Dimana banyak nelayan yang pernah ditangkap Polairud saat memprotes kapal Boskalis yang menambang pasir.
Namun, setelah para nelayan terbukti tidak bersalah, Polairud malah melakukan penyisiran di Kodingareng dengan membawa senjata lengkap. Hal ini rupanya membuat para nelayan banyak yang ketakutan dan membuat mental mereka hancur.
"Menariknya adalah Polairud mengatakan bahwa datang untuk bersilahturahmi. Tapi yang terjadi mereka meyisir lorong-lorong dengan membawa senjata. Untuk kejadian ini mereka menghancurkan mental masyarakat di Kodingareng," katanya.
Baca Juga:Moratorium Tak Jelas, Warga Protes Aktivitas Tambang Pasir di Desa Sanding
"Ada beberapa kejadian. Melakukan penggeledahan tanpa memperlihatkan surat, mengambil celana dengan dalih barang bukti. Sampai tengah malam penyisiran terus terjadi dan Polairud tetap membawa senjata lengkap," kata Susan.
Karena mental masyarakat hancur, para nelayan pun tidak berani melaut. Akibatnya, utang para nelayan Kodingareng pun berlipat ganda.
Bahkan, untuk membeli kuota internet yang akan digunakan oleh anaknya bersekolah sudah tidak mampu lagi.
"Ini yang mendorong mereka untuk harus tetap melawan atau menolak Boskalis. Warga meminta kehadiran Komnas untuk hadir dan mencabut kehadiran polisi yang membuat nelayan takut melaut," tutur Susan.
Susan menyebut ada 900 orang lebih nelayan yang menggantungkan hidupnya pada perairan laut Pulau Kodingareng. Namun, karena terus-terusan diteror polisi masyarakat di sana pun tidak berani beraktivitas untuk menangkap ikan di laut.
Baca Juga:Dibungkam dengan Represi, WALHI Tuntut Jokowi Minta Maaf
"Masyarakat perempuan itu tidak tidur, dan mereka bergantian patroli untuk menjaga. Karena kalau mereka ditangkap siapa yang akan menjaga anak-anak mereka," kata dia.