Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 17 Desember 2021 | 08:05 WIB
Pedagang menyortir cabai rawit di Pasar Induk Rau Serang, Banten, Selasa (9/3/2021). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

SuaraSulsel.id - Kepala Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo Muljady D. Mario mengatakan, stok cabai rawit di daerah tersebut surplus. Bila dilihat dari luas lahan panen dan produksi.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo, luasan panen cabai pada bulan November 2021 mencapai 1.452 hektare.

Lahan itu terdiri dari Kabupaten Pohuwato seluas 307 hektare, Boalemo 479 hektare, Gorontalo Utara 328 hektare, Bone Bolango 74 hektare, dan Kabupaten Gorontalo 264 hektare.

Sedangkan lahan yang akan dipanen pada bulan Desember 2021 seluas 1.339 hektar.

Baca Juga: Harga Cabai Rawit di Pasar Tradisional Gorontalo Naik

“Dari luas lahan yang akan dipanen pada bulan Desember, diperkirakan produksinya mencapai 1.226 ton. Jika dibandingkan dengan kebutuhan cabai di Gorontalo yang hanya berkisar antara 600 hingga 700 ton, stok kita surplus,” ungkapnya di Gorontalo, Kamis 16 Desember 2021.

Meski demikian, ia mengakui belakangan ini harga cabai rawit. Mengalami kenaikan hingga menyentuh angka 80 ribu rupiah per kilogram.

Selain itu, permintaan cabai dari daerah tetangga seperti Manado cukup tinggi. Sehingga sebagian pedagang memilih untuk mengirim cabai ke daerah itu.

“Menjelang Natal 2021 dan tahun baru 2022, permintaan dari daerah lain khususnya dari Manado, cukup tinggi. Selisih Rp3.000,00 saja, cabe Gorontalo pasti akan dikirim ke sana," jelasnya.

Cabai rawit merupakan salah satu komoditi “volatile food” atau komponen bergejolak yang mempengaruhi tingkat inflasi dan deflasi di Provinsi Gorontalo.

Baca Juga: Musim Hujan, Pedagang di Jogja Sebut Harga Cabai Rawit Naik Sampai Rp75 Ribu per Kilogram

Pada bulan November 2021, cabai rawit memberi andil terbesar untuk deflasi yakni sebesar 0,3075. (Antara)

Load More