Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 29 Juli 2021 | 15:35 WIB
Sidang lanjutan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis 29 Juli 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum KPK Andry Lesamana mempertanyakan soal uang ratusan juta yang diberikan oleh pihak swasta ke Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah. Alasan para saksi, uang itu program CSR atau corporate social responsibilty.

Nurdin Abdullah adalah terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel. Ia menjalani sidang keduanya secara virtual di ruang Harifin Tumpa Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 29 Juli 2021.

Kata Andry, jika uang tersebut merupakan program CSR maka tentu disalurkan sesuai prosedur. Ada proposal dan rancangan anggarannya.

"Kan saudara paham kalau program CSR seperti apa. Ada proposal, tapi kan tidak ada dari pihak yayasan ke para saksi. Dari situ kan kita tahu nilai proposalnya, RAB-nya berapa dan sewajarnya berapa. Istilahnya kalau memang benar CSR," ujar Andry usai sidang.

Baca Juga: Hakim Ibrahim Palino Vonis Ringan Terdakwa Agung Sucipto Penyuap Nurdin Abdullah

Ia mengatakan dari keterangan saksi, tidak ada keberadaan masyarakat di sekitar masjid tersebut. Bangunan yang ada hanya masjid pribadi milik Nurdin Abdullah.

"Dari keterangan saksi, di sekitar juga tidak ada masyarakat. Yang ada kebun durian milik terdakwa Nurdin Abdullah. Jadi kita lihat tujuan utama pemberian uang untuk apa sebenarnya," tuturnya.

Kemudian, pengurus yayasan masjid juga tidak diketahui siapa. Namanya tidak dilampirkan karena tidak ada proposal.

"CSR ini kan keuntungan dari perusahaan. Harus diproses. Kalau melihat fakta persidangan itu pemberian pribadi, bukan CSR," jelasnya.

Ia mengatakan akan memanggil mantan ajudan Nurdin Abdullah, Syamsul Bahri dalam waktu dekat. Para kontraktor ini menyetor uang lewat oknum anggota polisi itu.

Baca Juga: Kabar Duka, Adik Ipar Gubernur Sulsel yang Juga Komisaris Perseroda Meningga Karena Covid

Faktanya akan diketahui setelah Syamsul Bahri diperiksa. Mereka menduga uang tersebut untuk kepentingan Nurdin Abdullah, namun dikemas menggunakan nama yayasan.

"Kan nanti ada Syamsul Bahri berikutnya dan pihak lain yang melakukan pemberian yang masuk ke rekening yayasan masjid," jelas Andry.

Sebelumnya, JPU menghadirkan tiga saksi dari pihak swasta pada sidang tersebut. Mereka adalah Direktur PT Putra Jaya Petrus Yalim, Kontraktor PT Tri Star Mandiri Thiawudy Wikarso dan Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar, Riski Anggreani. Jaksa penuntut umum mencecar mereka soal aliran dana ratusan juta ke Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah.

Petrus Yalim disebut pernah memberi uang Rp 100 juta ke Nurdin Abdullah. Alasannya untuk biaya pembangunan masjid di kawasan Pucak, Kabupaten Maros. Uang diserahkan lewat ajudannya, Syamsul Bahri.

Tak hanya Petrus, pengusaha lain atas nama Thiawudy juga diminta untuk membantu membiayai pembangunan masjid tersebut. Jumlahnya sama, Rp 100 juta.

Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar, Riski Anreani juga diketahui pernah menyerahkan uang ke Nurdin lewat ajudannya, Syamsul Bahri. Uang sebesar Rp 400 juta itu adalah dana CSR dari Bank Sulselbar.

Kuasa hukum Nurdin Abdullah Irwan Irawan mengatakan dari fakta persidangan, semua uang itu adalah program CSR. Bukan untuk pribadi.

Ia mengatakan pemberian uang tersebut juga tak ada hubungannya dengan proyek infrastruktur. Murni karena program CSR oleh perusahaan untuk bidang sosial.

Nurdin Abdullah sendiri didakwa bersalah melakukan pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1).

Nurdin juga diancam pidana sebagaimana diatur Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More