Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 03 Februari 2021 | 16:26 WIB
Asdianti Baso, pembeli lahan 4 hektare di Pulau Lantigiang, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan / [Foto SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Pembeli tanah Pulau Lantigiang di Kabupaten Selayar, Asdianti Baso membeberkan alasannya membeli lahan di pulau tersebut. Ia mengaku pulau tersebut indah, sayang jika tidak dimanfaatkan.

"Percuma the tour biggest in the world kalau tidak dimanfaatkan. Saya ingin bangun Water Bungalow," kata Asdianti di Hotel Melia Makassar, Rabu (3/2/2021).

Asdianti bilang membeli lahan di pulau itu karena penjual memiliki surat kepemilikan tanah. Ia juga mengaku sudah meminta ke pemerintah untuk mengelola pulau tersebut 70 persen. 30 persen untuk umum.

"Saya juga hanya beli 4 hektare. Saya tahu karena sudah 10 tahun di dunia properti. Saya tahu pulau itu tidak boleh diperjualbelikan," tambahnya.

Baca Juga: Pulau Dijual, Menantu Wapres Ma'ruf Amin : Pasirnya Putih Airnya Jernih

Ia bersikukuh tak membeli pulau tersebut. Ia mengaku hanya membeli tanah di atas pulau itu.

"Kalau memang pulau, batas-batasnya itu pasti sebelah kiri laut, kanan laut, kelilingnya laut. Tapi ini kan sebelah kanan tanah kosong. Saya tidak beli pulau, saya beli lahan kebun," jelasnya.

Ia mengaku heran, Balai Taman Nasional baru mempersoalkan hal ini. Padahal sebelumnya, di tahun 2017 balai sendiri yang menyarankan Pulau Lantigiang, Pulau Belang-Belang dan Pulau lain untuk dibanguni. 

"Tapi saya tertarik hanya Lantigiang dan Latondu Besar. Pihak Balai sendiri menyarankan untuk membangun pada zona pemanfaatan. Karena di dalam kawasan terdapat zona-zona yang berbeda. Zona inti yang tidak bisa dibangun sama sekali," jelasnya lagi.

Asdianti mengaku pernah menggugat Taman Nasional Takabonerate ke PTUN Makassar dan dikabulkan pada 25 Januari lalu.

Baca Juga: Polisi Sudah Periksa 7 Saksi Penjualan Pulau Lantigiang di Selayar

Kapolres Selayar AKBP Temmangnganro Machmud mengatakan pihaknya sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.

Saat ini sudah ada 12 orang saksi yang diambil keterangannya. Mulai dari warga, keluarga penjual, pembeli, hingga pemerintah desa setempat.

"Keterangan seluruh saksi dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara. Pembeli, penjual dan kepala desa yang punya surat segera kita panggil," ujarnya.

Adapun pasal yang dipersangkakan, kata Temmangnganro, yakni Pasal 266 KUHP dan Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 33 Ayat (3) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.  

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More