- Banyak daerah menggunakan insinerator kebingungan menangani sampah
- Pada 2024, DLH mencatat total timbulan sampah di Makassar sudah menembus lebih dari 4,1 juta ton
- Limbah medis juga terus meningkat
Adapun alur pengelolaan limbah B3 medis dimulai dengan pemilahan sesuai jenis, lalu dikemas dan disimpan di tempat penyimpanan sementara (TPS).
Data timbulan limbah juga dicatat dalam logbook atau aplikasi SPEED KLHK.
Sebelum masa simpan berakhir, limbah wajib diserahkan ke pihak ketiga untuk dikelola lebih lanjut oleh transporter berizin.
Transporter tersebut kemudian mengangkut limbah ke UPTD PLB3 untuk dimusnahkan.
Baca Juga:Peraturan Presiden Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Selesai
Hingga kini, metode insinerator masih dianggap paling efektif dalam menghancurkan limbah medis karena mampu memusnahkan patogen berbahaya yang berpotensi menularkan penyakit.
"Khusus untuk limbah medis, memang pemusnahannya masih harus melalui incinerator. Kalau tidak ada incinerator, bisa dibayangkan penumpukan limbah medis, potensi penyebaran penyakit, hingga pencemaran air tanah dan udara," jelas Irnawaty.
Dilema inilah yang kini dihadapi banyak daerah. Di satu sisi, larangan KLHK bertujuan menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Tapi, di sisi lain, daerah belum memiliki teknologi alternatif yang memadai untuk menggantikan insinerator, terutama dalam memusnahkan limbah medis.
Jika tak ada intervensi segera, baik dalam bentuk teknologi baru maupun regulasi yang lebih adaptif, maka masalah sampah akan semakin sulit dikendalikan.
Baca Juga:Makassar Harus Perkuat Tata Kelola Sampah: Mulai dari Rumah Hingga TPA
Apalagi, volume sampah dipastikan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, Helmy Budiman bilang Pemkot berencana melakukan pengadaan insinerator di tiap kecamatan untuk mengatasi masalah sampah.
Namun, semuanya masih butuh kajian agar sesuai dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup.
Sekarang ini di tiap RT/RW mulai melakukan pengolahan sampah, baik melalui biopori, ecoenzym, maggot, maupun komposter.
Sebanyak 10 ribu eco enzyme, 100 ribu biopori, dan 20 ribu pengembangan sentra maggot digulirkan sebagai solusi pengolahan sampah organik.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup melarang pengelolaan sampah menggunakan insinerator, terutama jika dilakukan tanpa kaidah yang benar.