Jangan Khawatir! Kota Makassar Tidak Naikkan Pajak PBB Tahun Ini

Merespon kekhawatiran masyarakat atas kenaikan PBB hingga ratusan persen di sejumlah daerah

Muhammad Yunus
Jum'at, 15 Agustus 2025 | 17:59 WIB
Jangan Khawatir! Kota Makassar Tidak Naikkan Pajak PBB Tahun Ini
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan Kota Makassar [Suara.com/Muhammad Yunus]

SuaraSulsel.id - Pemerintah Kota Makassar memastikan tak akan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk menggenjot pendapatan seperti di daerah lain.

Hal tersebut dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah Makassar, Asminullah Azis.

Asminullah merespon kekhawatiran masyarakat atas kenaikan PBB hingga ratusan persen. Seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Bone dan Jeneponto.

"Untuk kenaikan NJOP, PBB-P2 di 2025 tidak ada kenaikan," ucapnya, Jumat, 15 Agustus 2025.

Baca Juga:Ini Penyebab Ratusan Petugas Kebersihan di Kota Makassar Mogok Kerja

Asminullah menyebut sumber Pendapatan Asli Daerah atau PAD di kota Makassar masih bisa diandalkan dari berbagi sektor. Tidak hanya dari PBB.

Misal, ada retribusi daerah yang ditarget tahun ini bisa teralisasi Rp239 miliar.

Kemudian, pajak daerah Rp2,1 triliun, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp51 miliar, PAD lain-lain yang sah Rp68 miliar.

Kemudian, ada juga pendapatan transfer pemerintah pusat sebesar Rp2,4 triliun dan pendapatan transfer antar daerah Rp458 miliar.

Secara umum, realisasi pendapatan daerah hingga 12 Agustus 2025 adalah Rp2,5 triliun dari target Rp5,4 triliun tahun ini.

Baca Juga:Wali Kota Makassar Percepat Pembangunan Stadion Untia, Belajar Langsung ke JIS

"Deviden dari Perusda juga kita genjot," ucapnya.

Kata Asminullah, enam Perusda di Makassar ditarget deviden sebesar Rp26,6 miliar.

Rinciannya, PDAM Rp15 miliar, PD Parkir Makassar Raya Rp5,6 miliar, PD Pasar Rp5 miliar, PD Terminal Rp484 juta, BPR Rp319 juta dan PD Rumah Potong Hewan Rp200 juta.

Sebelumnya, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di beberapa daerah jadi sorotan publik.

Gejolak penolakan terhadap kebijakan tersebut bahkan bermunculan di sejumlah daerah.

Sebelumnya, kisruh terjadi di Pati, Jawa Tengah.

Pemerintah daerah disebut mencari pendapatan dari PBB-P2 dengan cara menaikkan harga nilai jual objek pajak (NJOP).

Sejumlah pihak menilai kenaikan PBB-P2 yang membebani masyarakat ini karena pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) akibat kebijakan efisiensi.

Beberapa pemda juga mengklaim kenaikan tersebut adalah hal lumrah mengingat mereka tidak pernah menaikkan NJOP lebih dari satu dekade terakhir.

Warga Demo

Fenomena serupa pun terjadi di Kabupaten Bone. Kabar yang beredar menyebut PBB-P2 di wilayah itu melonjak hingga 300 persen.

Namun, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bone, Muh Angkasa membantah.

Menurutnya, tidak ada kenaikan tarif pajak. Yang terjadi hanyalah penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) sebagai dasar perhitungan PBB-P2, sesuai data terbaru dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Tidak ada kenaikan sampai 300 persen bahkan 200 persen pun tidak. Ini murni penyesuaian ZNT dari BPN, bukan tarif pajak yang naik," tegas Angkasa saat dikonfirmasi.

Ia menjelaskan, penyesuaian ini dilakukan karena ZNT di Bone sudah lebih dari puluhan tidak diperbarui.

Akibatnya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di sejumlah wilayah masih sangat rendah, bahkan hanya Rp7 ribu per meter.

"Tidak ada kenaikan selama 14 tahun," ungkapnya.

Ia menambahkan, NJOP sangat tergantung dari lokasi, zonasi atau peruntukan, kondisi lingkungan hingga aksesibilitas.

Sehingga harga serta pajak dari tanah dan bangunan akan berbeda-beda.

Di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan juga demikian. Warga protes setelah tagihannya melonjak hingga empat kali lipat.

Kenaikan ini pertama kali diungkapkan oleh anggota DPRD Jeneponto, H Aripuddin.

Aripuddin mengaku kaget saat melihat tagihan PBB-P2 miliknya naik dari Rp300 ribu menjadi Rp1,5 juta.

Objek pajak itu berupa tanah dan bangunan berukuran 5x20 meter di Jalan Pahlawan, Kecamatan Binamu, tepat di depan Bank BRI, yang disewakannya kepada pihak lain.

"Tahun lalu cuma Rp300 ribu, sekarang Rp1,5 juta lebih. Lonjakan lima kali lipat ini tidak masuk akal," kata Aripuddin.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini