SuaraSulsel.id - Sejumlah warga di Sulawesi Selatan mengaku resah setelah tiba-tiba menerima transfer uang dari pengirim tak dikenal.
Uang tersebut masuk ke rekening pribadi mereka tanpa permintaan.
Disusul teror berupa ancaman penagihan dari pihak yang mengaku sebagai penyedia layanan pinjaman online (pinjol).
Setelah ditelusuri, dana yang mereka terima ternyata berasal dari pinjol ilegal. Tindak kejahatan ini tergolong sebagai modus baru.
Baca Juga:MUI Sulsel Keluarkan Fatwa dan Hukuman Untuk Passobis
Salah satu korban adalah AN (38), warga Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Ia menerima transfer sebesar Rp3,4 juta pada 24 Mei 2025 dari rekening yang tidak dikenalnya.
"Keesokan paginya, sekitar jam enam pagi, saya ditelpon dan dihubungi lewat WhatsApp oleh seseorang yang mengaku dari aplikasi pinjol Dana Rupiah. Dia bilang uang itu salah transfer dan minta dikembalikan," ujarnya, Sabtu, 30 Mei 2025.
Karena panik dan merasa tidak pernah mengajukan pinjaman apa pun, AN langsung mentransfer balik dana tersebut.
Ia baru menyadari itu adalah modus penipuan saat pelaku meminta kode OTP yang masuk lewat SMS dengan dalih untuk menghapus data pinjaman yang tercatat atas namanya.
"Katanya data saya terdaftar di pinjol ilegal, jadi harus dihapus pakai OTP itu. Pas minta kode, saya baru sadar ini penipuan. Untung saya tidak berikan," tambahnya.
Baca Juga:Waspada Link Saldo DANA Kaget Palsu, Ini 7 Tips Ampuh Agar Tak Jadi Korban Penipuan
Guru honorer itu memang mengaku pernah mengajukan pinjaman online lewat aplikasi legal. Namun, pinjaman itu telah lunas sejak bulan lalu.
AN tak menyangka data pribadinya malah disalahgunakan.
Lima hari setelah kejadian itu, ia kembali dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai debt collector dari aplikasi yang sama.
Orang tersebut menagih pembayaran bunga dan pokok pinjaman yang disebut belum dilunasi. Meski Annisa telah mengembalikan uang kepada pihak sebelumnya.
"Dia ngotot bilang belum terima uang. Terus mulai ngancam, bahkan nyebar foto saya yang (diambil) dari Facebook dan diedit," sebutnya.
"Yang masuk ke rekening Rp3,4 tapi minta dilunasi Rp6,4 juta. Ini penipuan dan pemerasan," keluhnya.
AN pun melaporkan kasus ini ke polisi. Namun, laporannya diarahkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena polisi menilai belum ada kerugian material secara langsung.
Kisah serupa juga dialami Fajar (31), warga Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Ia menerima transfer sebesar Rp2 juta pada 26 Mei 2025, dikirim dalam dua tahap oleh pengirim yang tidak dikenalnya.
"Dikirim dua kali. Saya langsung curiga, apalagi saya pernah baca kasus serupa yang viral di media sosial," ujarnya.
Setelah ditelusuri, dana itu berasal dari aplikasi pinjol ilegal bernama Kredit Rupiah. Fajar mengaku tidak pernah mengunduh aplikasi tersebut, apalagi mengajukan pinjaman.
"Saya bahkan baru dengar namanya. Saya enggak tahu mereka bisa dapat nomor rekening saya dari mana," katanya heran.
Berbeda dengan Annisa, Fajar menolak mengembalikan uang kepada pihak yang menghubunginya dengan dalih salah transfer.
Meski mendapat teror serupa, ia memilih untuk melapor ke tim Cyber Polri dan Satgas PASTI OJK, disertai bukti-bukti yang dimilikinya.
Jebakan pinjaman seperti ini bukan hanya membuat masyarakat terkejut, tapi juga tak tahu harus mengadu ke mana.
Celah Hukum dan Minimnya Literasi Keuangan
Direktur Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) Edukasi, Perlindungan Konsumen, Arif Machfoed mengatakan, Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan tingkat aktivitas keuangan ilegal yang tergolong tinggi di Indonesia.
"Masyarakat kita masih banyak yang belum paham bahwa menerima dana yang tidak jelas asal-usulnya bisa menjadi pintu masuk masalah hukum, apalagi kalau itu dari entitas ilegal," ujar Arif.
Pada tahun 2024 saja, Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) Daerah Sulawesi Selatan mencatat setidaknya 5 aktivitas keuangan ilegal berhasil dihentikan dengan nilai kerugian publik mencapai Rp134 miliar.
Penyebab utamanya, menurut Arif karena keterbatasan akses terhadap edukasi dan informasi keuangan. Khususnya di daerah-daerah yang masih tergolong terpencil atau minim pengawasan.
"Ini menciptakan kantong-kantong masyarakat yang rawan jadi sasaran empuk," jelasnya.
OJK dan Kepolisian Latih 200 Personel
Sebagai respons atas meningkatnya kasus seperti ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menggelar Coaching Clinic di kota Makassar dan Kabupaten Toraja Utara dengan total peserta sekitar 200 anggota kepolisian dari berbagai Polres.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber Satgas PASTI Brigjen Pol Fajaruddin dan Kepala Departemen Hukum OJK, Mufli Asmawidjaja.
Dalam pelatihan tersebut, para anggota diberi pemahaman hukum serta prosedur penindakan aktivitas keuangan ilegal, termasuk pelaporan kasus melalui Aplikasi Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dan sistem SiPASTI.
Sejak diluncurkan pada November 2024, IASC telah memblokir 45.262 rekening tabungan yang terindikasi sebagai bagian dari aktivitas keuangan ilegal.
Total dana yang diblokir mencapai Rp161,1 miliar. Sebuah angka yang menggambarkan masifnya skema kejahatan keuangan digital saat ini.
Tak hanya itu, Satgas PASTI juga telah menindak 12.781 entitas ilegal, dengan rincian 1.737 investasi bodong, 10.733 pinjol ilegal, dan 251 lembaga pergadaian tak berizin.
Meski pemblokiran dan pembekuan dilakukan, banyak korban mengaku tidak tahu ke mana harus mengadukan kasus mereka.
Beberapa bahkan merasa enggan melapor karena takut dianggap bersalah telah menerima dana tersebut.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana menegaskan, kepolisian siap menindaklanjuti setiap laporan korban tipu-tipu pinjaman online.
Namun, ia juga mengakui masih banyak tantangan. Diantaranya, korban sering kali tidak menyadari pentingnya menyimpan bukti digital.
Seperti tangkapan layar percakapan atau detail transaksi.
"Padahal ini penting untuk penyidikan," lanjutnya.
OJK mengingatkan agar masyarakat tetap waspada dan melaporkan modus pinjaman online ilegal yang kini bertransformasi menjadi "transfer jebakan".
Pelaku memanfaatkan celah hukum dan keterbatasan literasi masyarakat untuk menjebak siapa saja.
OJK juga mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan dana dari sumber yang tidak jelas, tidak mengunduh aplikasi pinjaman di luar yang terdaftar di OJK, serta segera melapor ke kanal resmi jika merasa menjadi korban.
Masyarakat bisa mengecek legalitas aplikasi pinjaman melalui website resmi OJK atau mengadukan melalui portal IASC di https://iasc.ojk.go.id/.
Jika anda atau orang di sekeliling menjadi korban kejahatan keuangan digital, segera hubungi OJK atau kepolisian terdekat. Jangan diam, karena satu laporan bisa menyelamatkan banyak orang.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing