SuaraSulsel.id - Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR Dr Eka Laksmi Hidayati, Sp.A, Subsp.Nefro(K) mengatakan pengawet dalam makanan kemasan harus dihindari untuk mencegah timbulnya penyakit ginjal pada anak.
Dalam wawancara dengan ANTARA, Sabtu 31 Mei 2025, Eka mengatakan pengawet dalam makanan kemasan merupakan natrium NaCl atau kata lain dari garam yang dapat menyebabkan penyakit metabolik seperti hipertensi.
“Minuman makanan kemasan tidak langsung ke ginjal, melewati hipertensi dulu tapi semua pengawet makanan hampir semua itu garam, misal roti tawar NaCl-nya tinggi,” katanya.
Eka mengatakan hipertensi akibat natrium dapat memicu kerusakan ginjal, dan gejala ini umumnya terjadi di usia remaja hingga dewasa bersamaan dengan adanya penyakit lain seperti obesitas dan diabetes melitus.
Baca Juga:Waspadai TBC pada Anak: Gejala, Ancaman, dan Pentingnya Deteksi Dini
Eka mengatakan pencegahan perlu dilakukan agar gangguan ginjal pada anak tidak sampai pada fase kronik. Pada anak yang sudah memiliki risiko seperti kelainan ginjal bawaan maka dipertahankan agar tidak sampai pada stadium 5 atau fase cuci darah.
Hal ini untuk menjaga kualitas hidup anak dengan penyakit ginjal bawaan yang sifatnya seumur hidup agar tetap bisa produktif, bisa bersekolah dan bisa menjadi dewasa yang mandiri.
“Kalau dia masuk ke fase kronik, maka dia akan membutuhkan pengobatan jangka panjang, bisa seumur hidup. Tapi tetap penting untuk kita berikan obat dan tetap penting untuk pasien itu rutin mengonsumsi obat sesuai dengan anjuran dari dokter, karena dengan obat itu maka kita bisa mencegah terjadinya perburukan,” katanya.
Pengobatan dilakukan untuk menurunkan risiko komplikasi dari penyakit penyerta seperti hipertensi atau obesitas. Pada gagal ginjal akut pengobatan bisa dikatakan sembuh dalam 3 bulan, jika lebih maka masuk kategori gagal ginjal kronik ya.
Sementara pada gagal ginjal akut atau yang terjadi tiba-tiba maka ada harapan untuk sembuh dengan berfokus pada intervensi perbaikan ginjal, memperbaiki faktor risiko komplikasi seperti hipertensi atau diabetes, dan memenuhi kebutuhan cairan.
Baca Juga:Ganti Pembalut Setiap Jam? Waspada! Ini Tanda Anda Harus Segera ke Dokter
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A,SubsKardio(K) mengatakan faktor gaya hidup yang menjadi kebiasaan orang tua akan menurun kepada anak lebih dominan daripada faktor genetik yang menyebabkan anak terkena diabetes tipe 2.
“Jadi kadang-kadang kan kita suka nyalahin faktor genetiknya ya, padahal males olahraga, yang sering ngemilnya, jenis pola makan yang sama itu yang kemudian jauh lebih berbahaya daripada faktor genetiknya saja,” kata Piprim kepada ANTARA.
Piprim mengatakan, pola gaya hidup lebih penting untuk dikendalikan daripada hanya mengendalikan faktor genetik karena anak akan mengikuti kebiasaan aktivitas dan apa yang dikonsumsi orang tua.
Meskipun orang tua memiliki riwayat diabetes, anak keturunannya bisa menjadi tidak mengidap diabetes jika sejak awal diterapkan gaya hidup sehat dalam keluarga.
Seperti tidur cukup, olahraga teratur dengan intensitas yang cukup, puasa intermittent, dan memperbaiki pola makan dengan tinggi nutrisi, tinggi protein hewani dan membatasi konsumsi gula dan karbohidrat cepat serap.
Piprim juga mengatakan anak harus dibiarkan bergerak sebagai bagian dari rutinitas fisik harian agar tetap aktif dan sehat. Rutinitas bergerak juga jangan dihalangi dengan distraksi gadget yang membuat anak menjadi malas bergerak.
Hal ini juga sebagai stres relief anak agar tidak menjadi timbunan penyakit di kemudian hari.
“Karena stres kronik, orang yang overthinking itu juga bisa bikin banyak penyakit. Makanya bagaimana supaya nggak overthinking, olahraganya dosisnya masih cukup. Jadi kalau orang dibikin stres secara fisik, stres psikisnya akan berkurang,” katanya.
Piprim mengatakan di Indonesia prevalensi anak dengan diabetes tipe 1 masih cukup tinggi yakni hampir 90 persen anak, namun dengan gaya hidup dominan makanan manis dan malas bergerak diabetes tipe 2 juga akan menyamai posisi diabetes tipe 1.
Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun dimana pankreas tidak bisa memproduksi insulin, dengan gejala fisik anak yang kurus sejak kecil.
Sementara diabetes tipe 2 disebabkan karena pankreas yang mengalami gangguan dalam memproduksi insulin dan tubuh menjadi resisten insulin akibat gaya hidup tidak sehat.
Piprim juga menjelaskan gejala diabetes tipe 1 dan 2 sama yakni anak menjadi lapar terus meski sudah makan banyak, banyak minum, urin meningkat dan berat badan menjadi susut.