Namun, ia tidak tahu pasti apakah lahan reklamasi tersebut terkapling sebagai SHGB atau SHM.
"Kami pernah tanyakan ke BPN Kota Makassar, apakah boleh kalau di kondisi existing masih air tapi sudah terbit hak kepemilikan di atasnya?. Tapi sampai sekarang kami belum mendapatkan jawaban dari surat itu," ujar Ayu sapaannya.
Ayu menjelaskan, SHGB tersebut seharusnya tidak bisa terbit. Sebab, hak atas tanah seharusnya diberikan berbentuk tanah, bukan yang masih berupa air.
"Kalau dilihat kondisi di lapangan itu masih banyak yang masih berupa air. Berarti bahwa ada proses menuju ke arah darat, ini prosesnya harus ada izinnya dan seharusnya, belum bisa didaftarkan di tahun tersebut," jelasnya.
Baca Juga:Siapa Pemilik Sertifikat di Laut Makassar?
Sehingga, seluruh penimbunan yang dilakukan di kawasan tersebut pastinya tanpa izin. Sertifikat yang keluar ketika masih berupa laut juga seharusnya dianggap illegal.
Pemprov Sulsel sebelumnya sudah melayangkan surat teguran untuk lima perusahaan yang punya aktivitas pemanfaatan ruang di wilayah Tanjung Bunga.
Namun, yang berhak memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sementara, Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Ahmad Yusran mengatakan ada 46 titik koordinat SHGB yang dimiliki oleh PT DG.
Awalnya, izin itu didapatkan secara online (OSS) dengan luas 7,5 hektare. Dahulu, semua lahan di kawasan tersebut masih wilayah laut sebelum reklamasi.
Baca Juga:Drama Pilkada Makassar: KPU Akui Tanda Tangan Tak Identik, Akankah PSU Terjadi?
Namun, berdasarkan titik koordinat yang telah dirangkum pada rapat tindak lanjut laporan kegiatan reklamasi tak berizin yang digelar Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pengembang, dan Pemerintah Kota Makassar, ditemukan titik koordinat ternyata lebih dari 7,5 hektare. Tapi ada sekitar 23 hektare.