SuaraSulsel.id - Kota Makassar, termasuk dalam lima kota besar di Indonesia, patut berbangga dengan fasilitas infrastruktur yang dimiliki saat ini.
Bahkan sebagai hub Kawasan Timur Indonesia (KTI), Kota Makassar paling depan dari sarana dan prasarana sumber energi listrik.
Fasilitas infrastruktur, terutama sumber energi listrik di Sulsel, masih surplus 616,04 mega Watt pada 2022 hingga saat ini.
Namun, jika tidak dibarengi dengan upaya penghematan energi, maka gas emisi karbon atau gas rumah kaca (GRK) akan kian meningkat, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi krisis energi.
Baca Juga:Daftar Lengkap Utang Pilkada 24 Daerah di Sulsel, Tito Karnavian Ancam Datangi Langsung
Itu sejalan dengan pepatah “Hemat pangkal kaya, boros pangkal miskin”. Setidaknya ungkapan bijak ini dapat diduplikasi dalam menghadapi persoalan energi.
Apalagi gerakan hemat energi ini adalah bagian dari konservasi energi yang menjadi kebijakan Pemerintah dalam memenuhi komitmen bersama negara-negara di dunia pada pertemuan G20 di Bali pada 15--16 November 2022, ketika Indonesia jadi tuan rumah.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) saat itu mengeluarkan tiga poin penting sebagai komitmen bersama, yakni kesehatan global yang inklusif, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi menuju energi yang berkelanjutan.
Poin terakhir ini dititipkan pada KESDM dan jajarannya di daerah sebagai amanah mewujudkan transisi energi dengan memperkuat sistem energi bersih global.
Amanah itu dijabarkan lewat kebijakan Pemerintah yakni pemberlakuan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Label Tanda Hemat Energi (LTHE) melalui KESDM pada 2021 – 2024 yang menetapkan tujuh peralatan elektronik wajib menerapkan SKEM dan LTHE.
Baca Juga:Pembangunan Stadion Sudiang Makassar Sudah Sampai Mana? Ini Jawaban Pemprov Sulsel
Ketujuh peralatan elektronik itu adalah AC (penyejuk udara), penanak nasi, kipas angin, kulkas, lampu LED, televisi, dan showcase (lemari pendingin minuman).
Sub Koordinator Penerapan Teknologi Efisiensi Energi, Direktorat Konservasi Energi KESDM, Anggraeni Ratri Nurwini pada workshop The Society of Indonesian Enviroment Journalists (SIEJ) pada medio Juni 2024 menyebutkan kebijakan itu sebagai upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas peralatan elektronik yang hemat energi, termasuk mengurangi biaya konsumsi energi serta menekan emisi GRK.
Menindaklanjuti kebijakan tersebut, pada 2030 ditingkatkan targetnya melalui penerapan SKEM dan LTHE pada 11 peralatan elektronik yaitu rice cooker, kulkas, lampu, televisi, kipas angin, AC, dispenser, mesin cuci, seterika, pompa air, dan lemari pendingin.
Hasil survei KESDM menggambarkan bahwa penerapan SKEM dan LTHE pada tiga peralatan, seperti AC, penanak nasi, dan kipas angin telah berkontribusi menghemat 2,07 TWh dan biaya listrik Rp3 triliun serta penurunan emisi CO2 sebesar 2,18 juta ton dalam setahun.
Koordinator Pengawasan Konservasi Energi Direktorat Jenderal EBTKE Endra Dedy Tamtama menilai SKEM adalah spesifikasi kinerja energi untuk membatasi jumlah konsumsi maksimum dari produk pemanfaat energi.
Melalui standarisasi kinerja tersebut, produsen atau importir tidak boleh lagi memasukkan peralatan yang konsumsi energinya besar dan menjadikan Indonesia tempat produk buangan.