Pemprov Sulsel Wajib Kembalikan Uang Rp156 Miliar, Pengamat: Karena Pengisian Jabatan Inprosedural

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan potensi kerugian negara sebesar Rp156 miliar

Muhammad Yunus
Kamis, 30 Mei 2024 | 12:32 WIB
Pemprov Sulsel Wajib Kembalikan Uang Rp156 Miliar, Pengamat: Karena Pengisian Jabatan Inprosedural
Pegawai Pemprov Sulsel saat mengikuti apel pagi [SuaraSulsel.id]

Namun, BPK mengingatkan agar Pemprov bisa menindaklanjuti temuan tersebut maksimal 60 hari setelah laporan diterima.

Hal ini sesuai Pasal 20 UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
BPK juga memberi masukan agar Pemprov Sulsel bisa memasang target pendapatan yang rasional. Ini untuk memastikan penyusunan rancangan anggaran di tahun sebelumnya bisa akurat dan sesuai dengan kebutuhan.

Kata Laode, Pemprov Sulsel bisa menjadikan daerah lain sebagai pembelajaran. Dimana belanja daerah tidak sebanding dengan pendapatan sehingga menimbulkan utang yang semakin meningkat.

Pengisian Jabatan Tak Sesuai Prosedur

Baca Juga:BPK Temukan Kelebihan Bayar Tunjangan Pegawai Pemprov Sulsel Rp156 Miliar

Pengamat Tata Kelola Keuangan Negara Bastian Lubis menilai penyebab potensi kerugian negara tersebut disebabkan oleh pengisian jabatan di Pemprov Sulsel yang inprosedural.

Misal, kata Bastian, posisi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seharusnya diisi oleh pejabat eselon yang setara, malah diisi eselon III.

Hal tersebut menurutnya turut mempengaruhi pembayaran tunjangan. Bahkan terkini jadi temuan BPK.

"Plt kepala OPD itu kan wajib diganti dengan pejabat eselon yang setara. Tapi saat ini di Pemprov banyak dari eselon III yang ditunjuk jadi Plt Kepala OPD yang lowong," ujarnya.

Ia menyoroti praktik penempatan pejabat eselon III dalam posisi Plt kepala OPD, yang menurutnya tidak sesuai dengan aturan dan dapat berdampak negatif pada tata kelola pemerintahan dan penggunaan anggaran.

Baca Juga:BPK Temukan Penyalahgunaan Rp1,7 Miliar dan Lebih Bayar Rp156 Miliar Pemprov Sulsel

Bastian menegaskan pejabat eselon III tidak memiliki kuasa sebagai pengguna anggaran. Sehingga pelaksana kepala OPD seharusnya dipegang oleh pejabat eselon II.

"Makanya, penempatan yang seperti ini lebih berisiko terhadap potensi kerugian negara, terutama dalam hal tata kelola anggaran dan efektivitas pemerintahan," jelasnya.

Oleh karena itu, Bastian menekankan pentingnya evaluasi dan pengawasan yang lebih ketat dalam proses penunjukan pejabat. Ini untuk memastikan integritas dan profesionalisme di pemerintahan sebagai pengguna anggaran untuk pelayanan publik.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini