SuaraSulsel.id - Jeruk nipis jadi salah satu komoditas peyumbang inflasi di Sulawesi Selatan. Harganya naik hingga 100 persen lebih.
Hal tersebut diketahui saat Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin melakukan peninjauan ke pasar Pabaeng-baeng dan pasar Terong, kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 27 September 2023.
Dari hasil peninjauan diketahui harga jeruk nipis mengalami kenaikan signifikan sudah dua pekan. Dari sebelumnya hanya Rp7.000 per kilo, kini Rp18 ribu.
"Sudah dua minggu naik. Ini barang yang datang juga jeruknya kurang bagus karena sedikit airnya," ujar salah satu pedagang di pasar Terong, Rosmiati.
Baca Juga:4 Jenis Jeruk di Indonesia yang Wajib Kamu Ketahui
Rosmiati mengaku selama ini mendapat pasokan jeruk nipis dari Pangkep dan Sidrap. Namun karena pengaruh musim kemarau, kualitas jeruk berkurang. Harganya pun mahal.
"Selama musim kemarau ini naik. Kita biasa dapat Rp5 ribu per kilo dari distributor, sekarang Rp10 ribu jadi kita juga naikkan harga di pedagang," tuturnya.
Naiknya harga jeruk mengancam harga makanan tradisional di Sulsel terkerek naik. Apalagi, bumbu makanan khas daerah ini identik dengan jeruk nipis, seperti coto, pallubasa, bahkan sambel.
Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin mengatakan jeruk nipis jadi salah satu penyumbang inflasi terbesar. Selain itu ada beras, bawang dan telur.
"Nah, itu yang suka makan coto pakai jeruk nipis itu naiknya tinggi sampai Rp18 ribu. Daung bawangnya juga naik," ungkap Bahtiar.
Baca Juga:7 Buah dan Sayur Paling Mudah di Tanam di Rumah, Ada Kangkung Hingga Jeruk Nipis
Kendati demikian, Bahtiar mengaku harga sejumlah komoditas lain masih bisa dikendalikan seperti daging, ayam, dan telur. Ia akan memerintahkan semua kabupaten kota untuk menggelar operasi pasar demi menekan harga.
"Termasuk beras eceran seperti beras ketan ini naik, nanti kita urai dari hulu sampai hilir kendalanya dimana. Ada tim pengendali inflasi yang akan menggelar rapat koordinasi, dari Bank Indonesia, Bulog, KPPU, OJK, Kejati dan semuanya," tuturnya.
Sementara, Pemilik warung coto Paraikatte Daeng Gau mengaku terpaksa mengurangi penggunaan jeruk nipis saat ini. Jeruk juga sengaja dipotong kecil agar konsumen bisa mengontrol saat makan.
"Karena tidak mungkin kita naikkan harga atau ganti dengan cuka. Rasanya beda. Jadi kita potong jadi bagian kecil," keluhnya.
Ia menambahkan setiap hari butuh 10 kilo jeruk nipis untuk warung coto miliknya. Namun selama harga naik, pembelian dikurangi jadi 4-5 kilo saja.
"Jujur kita kita yang tiap hari harus beli jeruk juga kaget harganya naik drastis, bahkan sampai ada Rp20 ribu sekilo di pasar," sebutnya.
KPPU dan Kejati Peringatkan Distributor
Kenaikan harga pada komoditas tertentu seperti beras, jeruk nipis, telur dan minyak turut dipantau oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kejaksaan Tinggi Sulsel. Penegak hukum meminta jangan ada yang menimbun pasokan untuk mendapatkan keuntungan.
Kepala Kanwil KPPU Wilayah VI, Hilman Pujana mengatakan kenaikan harga beras dan beberapa komoditi saat ini memang karena faktor cuaca. Namun, potensi penimbunan pasokan bisa saja dilakukan oleh oknum nakal.
Oleh karena itu, ia mewanti-wanti distributor agar bisa menyalurkan barangnya. Jangan ada yang mengambil kesempatan untuk membuat barang jadi langka di pasaran.
"Dari sisi suplai memang ada kendala. Makanya kita tegaskan ke pelaku usaha dari sektor distribusi, agar tidak menahan pasokan. Kami terus memantau, jadi jangan sampai ada yang sengaja mengambil kesempatan. Kita siap turun sama teman-teman aparat penegak hukum," tegasnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak juga menegaskan hal yang sama. Ia mengaku pihak kejaksaan sedang mengawasi distributor nakal di Sulsel.
"Dari sisi hukum kita akan tindak tegas. Sedang kita pantau soal spekulan atau mafia di Sulsel ini, sejauh ini memang stok yang jadi masalah," kata Eben.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing