"Mereka baru mendapat IPPKH pada tahun 2012. Jadi selama melakukan aktivitas eksplorasi, diduga kuat perusahaan ini tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan," ungkap Rosniaty.
Setelah ditelusuri, ternyata salah satu anggota DPRD dekat dengan petinggi di perusahaan tersebut. Disinilah, kata Rosniaty, munculnya konflik kepentingan anggota dewan dengan pengusaha.
"Ini hanya salah satu kasus. Namun di sini menunjukkan bahwa kewenangan yang dimiliki pejabat publik justru dijadikan momentum mencari keuntungan," bebernya.
Padahal, dalam UU nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan disebutkan bahwa penyelenggara negara tidak boleh memasukkan unsur kepentingan dalam pembuatan keputusan. Karena dapat mempengaruhi kualitas keputusan itu sendiri.
Baca Juga:Pemprov Sulsel Kembali Anggarkan Rp73,2 Miliar Untuk Pembangunan Jalan Takkalasi - Bainange - Lawo
Menurut Rosniaty, penyebab terjadinya konflik kepentingan wakil rakyat karena hubungan afiliasi yang dimilikinya dengan pihak tertentu. Bisa karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau pertemanan.
Maka untuk meminimalisir hal seperti ini, perlu dilakukan perbaikan nilai, sistem, pribadi dan budaya serta memastikan prinsip-prinsip dasar penanganan. Seperti mengutamakan kepentingan publik yang menjadi tugas utama mereka.
"Karena saya lihat Badan Kehormatan di DPRD juga belum maksimal. Padahal mereka ini bisa dikata "polisinya" wakil rakyat," tukasnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Baca Juga:Pemprov Sulsel dan BPK Serah Terima LKPD Unaudited Tahun 2022