SuaraSulsel.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara mengungkap modus Sekretaris Daerah Kota Kendari berinisial RT yang menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan sejumlah uang atau suap/gratifikasi terkait proses perizinan gerai Alfamidi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra Dody mengatakan, kasus tersebut bermula pada Maret 2021. Saat itu PT Midi Utama Indonesia yang merupakan perusahaan pemegang lisensi gerai Alfamidi tertarik membuka gerai karena melihat Kota Kendari sebagai daerah potensial.
Pihak perusahaan saat itu, mengurus perizinan setelah melakukan pertemuan yang dihadiri oleh mantan Wali Kota Kendari inisial SK, tersangka SM yang merupakan Tenaga Ahli Wali Kota, Manager CSR PT Midi Utama Indonesia inisial A dan tiga pegawai PT Midi Utama Indonesia.
"Dalam pertemuan tersebut salah satu pihak dengan sengaja menyalahgunakan kewenangannya menunjuk (tersangka) SM dengan ketentuan tersendiri terkait dengan syarat-syarat perizinan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-Undang Cipta Kerja," katanya.
Baca Juga:Pemuda di Kota Kendari Ditebas Parang, Lengan Nyaris Putus
Dia mengungkapkan dalam proses penyelidikan pihaknya menemukan adanya dugaan tindak pidana pemerasan terhadap bantuan coorporate social responsibility (CSR) PT Midi Utama Indonesia yang memegang lisensi gerai Alfamidi.
"Yang kami temukan adanya tindakan untuk melakukan pemerasan, kalau tidak membantu memberikan dana CSR untuk kepentingan Program Kampung Warna-Warni Petoaha Bungku Toko, perizinannya akan dihambat," katanya.
Karena hal tersebut, lanjut Dody, pihak PT Midi Utama Indonesia terpaksa memenuhi keinginan para pihak tersebut. Selain itu juga para pihak tersebut meminta manajemn PT Midi Utama Indonesia untuk menyiapkan enam lokasi gerai supermarket dengan nama lokal.
"Yang di dalamnya para pihak mendapat gratifikasi berupa sharing profit (berbagi keuntungan)," jelasnya.
Dijelaskan, pada permintaan dana CSR kepada PT Midi Utama Indonesia, Sekda Kota Kendari inisial RT bersama Tenaga Ahli Wali Kota Kendari inisial SM yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka diduga membuat rencana anggaran biaya (RAB) fiktif pada tahun 2021 untuk kegiatan Kampung Warna-Warni yang sebelumnya telah dianggarkan di ABPD.
Baca Juga:Gelar Razia, Dinsos Tak Ingin Keberadaan Anak Jalanan Mengganggu Wajah Kota Kendari
"Sekda Kota Kendari inisial RT bersama-sama dengan Tenaga Ahli Wali Kota Kendari inisial SM pada tahun 2021 telah membuat RAB fiktif dalam kegiatan Kampung Warna-Warni yang (telah) dibiayai oleh APBD Perubahan Kota Kendari tahun 2021," katanya.
Dia menerangkan RAB yang dibuat tersebut digelembungkan atau mark up lebih dari 100 persen kemudian digunakan untuk meminta dana tanggung jawab sosial atau CSR ke sejumlah pelaku usaha yang akan berinvestasi di Kota Kendari antara lain perusahaan ritel Alfamart/Alfamidi.
Selain itu para tersangka juga menerima sejumlah uang dalam kaitannya dengan perizinan tersebut. Meski begitu, Dody tidak menyebut nominal jumlah uang tersebut.
"Untuk berkaitan dengan apakah ada kerugian negara atau tidak, kami mengaitkan ini dengan pasal 11 dan pasal 12 huruf e berkaitan dengan suap dan gratifikasi. Jadi, kita tidak menjadikan tersangka dengan pasal tentang kerugian keuangan negara," tutur dia.
Sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan Sekda Kota Kendari inisial RT sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan PT Midi Utama Indonesia bersama salah satu tenaga ahli Pemkot Kendari berinisial SM.
Kedua tersangka saat ini telah ditahan di Rutan Kelas II Kendari hingga 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan dan membongkar tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka.
Dia menambahkan bahwa pengusutan kasus tersebut untuk penertiban tata kelola keuangan di Pemerintah Kota Kendari khususnya dan di seluruh wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya.
"Jadi ini sebagai peringatan kepada penyelenggara pemerintahan agar tidak menghambat proses investasi di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan tujuan untuk mengambil keuntungan pribadi," katanya. (Antara)