SuaraSulsel.id - Rusia resmi mengalami resesi setelah ekonominya terjun bebas hingga Produk domestik bruto (PDB)nya terjun bebas di angka 4 persen pada Kamis (17/11/2022).
PDB Rusia dilaporkan turun 4 persen pada kuartal ketiga di tahun ini yang membuat mimpi buruk bagi sang Presiden, Vladimir Putin.
Terlebih, Putin baru-baru ini tengah mengeluarkan seluruh kemampuannya untuk mengobarkan perang di Ukraina.
Ekonomi Rusia telah mengalami penurunan besar dalam perdagangan. Setelah kekuatan pro-Ukraina memberlakukan sanksi yang menghancurkan atas invasi Ukraina.
Baca Juga:Presiden Prancis: KTT G20 Kirim Pesan Jelas Untuk Hentikan Perang Rusia - Ukraina
Penurunan ini juga mendapat pukulan setelah ratusan ribu orang Rusia yang diyakini pekerja berketerampilan tinggi kabur dari negaranya.
Hal itu tepat setelah Putin mengumumkan mobilisasi parsial. Karena mengalami kerugian besar akibat perang.
Menurut angka yang diterbitkan oleh Rossat, ekonomi Rusia berkontraksi sebesar 4,1 persen pada kuartal kedua tahun ini, sebelum stabil pada 4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sesuai definisi resmi, dua kuartal berturut-turut pertumbuhan negatif merupakan resesi.
Seorang analis pasar senior di Capital Economics, Liam Perch menyebut penurunan akan semakin dalam di masa mendatang.
Baca Juga:Poin Penting Isi Deklarasi G20, Bahasan Konflik Rusia-Ukraina Paling Pelik
"Ada sedikit tanda dalam data bulanan terbaru dari pemulihan yang berkelanjutan dan kami pikir penurunan mungkin akan semakin dalam di Q4 dan Q1 karena mobilisasi cadangan baru-baru ini dan minyak UE. Embargo mengambil korban mereka," katanya, dikutip dari Express, Kamis (17/11/2022).
Namun, ada beberapa faktor yang mampu "menahan" dampak sanksi Barat terhadap ekonomi Rusia.
Rusia dapat terus mengekspor bahan bakar fosil ke Asia, namun tidak dengan volume dan harga setinggi dulu ketika berdagang dengan Eropa.
Rusia terus mengekspor minyak ke UE, meskipun menghentikan pasokan gas alam ke blok tersebut pada bulan September.
Dengan beberapa produsen bahan bakar fosil besar yang didukung negara menjadi pusat ekonomi Rusia, Putin secara luas dipandang mampu mendanai invasi ke Ukraina melalui pendapatan minyak dan gas.
Ekonom mengatakan bahwa impor ke China, Belarusia, dan Turki meningkat tajam pada kuartal ketiga tahun ini, dan sektor perbankan Rusia mampu stabil.
Namun, Perch mengatakan bahwa prospeknya masih "tetap suram".
"Data terbaru untuk bulan September menunjukkan bahwa aktivitas mendatar daripada pulih. Mobilisasi cadangan pada bulan September dapat menyebabkan penurunan tajam dalam permintaan di Q4.
Dan embargo UE atas impor minyak mentah dan produk minyak Rusia akan memukul industri dan ekspor tahun depan. Kami pikir itu tidak akan sampai setidaknya pertengahan 2023 sebelum ekonomi memulai pemulihan berkelanjutan," pungkasnya.
Kontributor : Maliana