SuaraSulsel.id - Gugatan pra peradilan kedua Kakek Gaddong Daeng Ngewa (84 tahun) ditolak hakim tunggal PN Makassar, Rabu 19 Oktober 2022. Kakek Gaddong ditetapkan tersangka penyerobotan lahan yang selama ini dia garap.
Lahan milik Kakek Gaddong terletak di kawasan Tanjung Bunga Kota Makassar, Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Makassar dengan luas 5,8 hektare.
Mengutip Terkini.id -- jaringan Suara.com, kakek Gaddong pernah melakukan gugatan pra peradilan pertama pada tahun 2020 untuk laporan yang sama. Kemudian hakim kabulkan.
Pada tahun 2020, Polda Sulsel menetapkan Gaddong menjadi tersangka berdasarkan laporan Nomor: LPB/43/II/2020/SPKT.
Baca Juga:Kakek-kakek Relawan Penyeberangan Ditabrak Truk Rem Blong Usai Seberangkan Bocah SD di Probolinggo
Dia ditetapkan sebagai tersangka atas laporan dari Tauphan AN. Atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penyerobotan lahan.
Pada tahun tersebut, kasus ini bergulir hingga ke pengadilan. Namun pada akhirnya, Pengadilan Negeri Makassar memenangkan Kakek Gaddong Daeng Ngewa dalam sidang pra peradilan.
Namun anehnya, kasus itu kembali dibuka oleh kepolisian dan kembali menetapkan Kakek Gaddong sebagai tersangka. Dengan pelapor yang sama dan tetap menggunakan laporan pada tahun 2020.
“Saya meraza sangat dizalimi, kasus yang sudah ada putusannya pada tahun sebelumnya kembali dibuka dan pihak polisi menjadikan kembali saya sebagai tersangka. Tuduhan (penyerobotan lahan) itu tidak pernah terbukti,” kata Kakek Gaddong.
Ia menjelaskan lahan garapan miliknya telah diakui oleh pemerintah sesuai dengan Surat Keterangan No.976/KMS/IV/2004 tanggal 27 April 2004 yang ditandatangani oleh Lurah Maccini Sombala saat itu.
Baca Juga:Anggota Brimob Tembak Pegawai Dinas Perhubungan Makassar Dijanjikan Upah Rp100 Juta
Pada tahun itu, Kakek Gaddong bahkan sempat menjual tanahnya kepada pihak lain atas nama Johannes BT seluas 1,5 hektare. Kemudian menyisakan lahan garapan miliknya tersisa 5,8 hektare.
Selanjutnya, Johannes BT menjual tanahnya kepada Tauphan NA. Selanjutnya, Tauphan NA melaporkan Gaddong ke polisi. Dengan laporan penyerobotan lahan.
“Tanah itu telah kami garap telah lebih dari 20 tahun dan sekarang kami dipaksa untuk tinggalkan. Sampai harus mendatangkan ratusan polisi bersenjata lengkap untuk mengusir kami,” terangnya.
“Saya masyarakat kecil yang tiba-tiba dijadikan tersangka dan hak kami akan diambil alih oleh orang lain. Jangan hanya kerena kami ini masyarakat kecil. Sehingga kami bisa diperlakukan seenaknya,” kata Kakek Gaddong.
Istri Gaddong, Sumarni, yang turut hadir mengaku putusan pra peradilan kedua ini merupakan bentuk kezaliman. Tidak seharusnya hakim menolak gugatan pra peradilan ini. Mengingat gugatan serupa saat kali pertama Kakek Gaddong dijadikan tersangka dikabulkan hakim.
Toh, tidak ada bukti baru dari pelapor dalam persidangan.
“Tidak ada tambahan saksi, tidak ada bukti yang menyatakan surat itu palsu. Sedangkan saya punya lokasi yang sebenarnya diserobot, tapi malah kami yang dituduh menyerobot,” kesalnya.
Kuasa hukum Kakek Gaddong, Andi Jaswadi, menambahkan pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan. Pihaknya enggan membahas substansi perkara itu karena gugatan pra peradilan sudah diputuskan.
Intinya, pihaknya telah menyampaikan seluruh fakta dan bukti yang dimiliki.
“Kami sebagai kuasa hukum sudah memberi argumentasi yang cukup. Ternyata putusan berbeda pendapat,” ungkap dia.
Adapun penolakan gugatan pra peradilan Kakek Gaddong disebutnya karena hakim berpendapat tidak berwenang mengenai pokok perkara.
“Semua fakta-fakta yang diajukan dari kita dianggap pengadilan bahwa itu mengenai materi perkara, yang harus dinilai dalam pokok perkara,” pungkasnya.