SuaraSulsel.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah mengambil alih pengelolaan Bandar Udara Sorowako di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Penyerahannya dilakukan pada bulan Mei 2022.
Pemprov Sulsel berencana akan mengkomersilkan bandara tersebut. Tujuannya untuk menarik minat wisatawan. Baik mancanegara maupun domestik.
Lantas, apakah hal tersebut akan menguntungkan bagi Pemprov Sulsel?
Pakar Bidang Bandara dan Sistem Transportasi Terintegrasi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Sakti Adji Adisasmita menilai, pada umumnya, pengelolaan bandara di Indonesia hingga kini belum menguntungkan.
Baca Juga:APDB 2022 Diduga Diutak-atik, DPRD Tolak Surat Pemberitahuan Parsial Pemprov Sulsel
Ia melihat, bandara selama ini masih mengandalkan sistem revenue dari sisi udara. Bukan darat.
Artinya, semua pemasukan hanya bertumpu ke penumpang saja. Sementara, potensi mendapatkan keuntungan lewat sektor darat tidak dimanfaatkan.
Berbeda dengan pengelolaan bandara di luar negeri. Seperti Australia dan Singapura.
65 persen profit didapatkan dengan memanfaatkan fasilitas darat. Seperti membangun mal di dalam Bandara dan sebagainya.
"Belum menguntungkan. Mengapa? karena di Indonesia ini ada beberapa bandara yang mengandalkan revenue di sisi udara 65 persen. 35 persennya itu di sesi darat," ujar Sakti.
Baca Juga:BI Sulsel Serahkan Uang Rupiah Cetakan Baru Nomor Seri Tahun Kelahiran Gubernur Andi Sudirman
Hal tersebut bisa senasib dengan Bandara Sorowako. Apalagi klasifikasi bandara itu adalah bandara khusus.
"Hanya untuk pekerja dan kepentingan perusahaan selama ini," kata Adji.
Adji mengaku ditugaskan sebagai ketua tim perencanaan bisnis untuk Bandara Sorowako. Mulai dari desain, hingga kelaikan operasional.
Menurut Adji, jika ingin dikomersilkan, maka Pemprov Sulsel harus melakukan banyak pembenahan. Mulai dari perpanjangan runway, hingga pengoperasiannya.
Saat ini, bandara itu hanya bisa dilandasi pesawat ATR 42. Panjang landasan pacunya hanya 800 meter. Sementara, kapasitas penumpang yang bisa diangkut maksimal 40 orang.
Jika ingin dikomersialkan, maka butuh pesawat yang lebih besar, yakni ATR72. Landasan pacunya juga mesti ditambah. Minimal sampai 1.600 meter, sama seperti di Toraja.
Yang jadi masalah adalah, landasan pacu di Bandara Sorowako terbatas. Jika ditambah 1.600 meter, maka ada obstacle atau kendala.
"Ada yang kena lapangan golf, ada yang kena tebing jadi harus dikikis. Ini yang jadi masalah karena obstacle. Lahannya terbatas di kedua ujung runway," bebernya.
Kendati demikian, kata Adji, bandara tersebut belum bisa dikelol secara penuh oleh Pemprov Sulsel. Butuh biaya yang besar.
Menurutnya, Kementerian Perhubungan harus melakukan subsidi terlebih dahulu. Makanya pengelolaannya atas kewenangan Kemenhub juga.
"Tentu harus ada subsidi sambil membenahi kawasan sesi daratnya. Contoh terminal, harus ada fasilitas lain seperti restoran, kemudian parkiran ditata. Itu bisa jadi revenue buat Pemda dan Pemprov," Kata Adji.
Sementara, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengatakan pengelolaan Bandara tersebut akan diserahkan ke Kementerian Perhubungan. Pasalnya, jika dikelola Pemprov Sulsel butuh anggaran minimal Rp25 miliar per bulan untuk biaya operasionalnya.
"Komersialisasi tentu tapi masih dalam proses. Yang jelas bandaranya sudah kita ambil dulu dan akan jadi aset negara. Nanti Kemenhub yang operasikan," ujar Sudirman.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing