Kantor Urusan Agama dan Catatan Sipil sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk melayani pencatatan pernikahan pun tidak akan melayani sebuah pernikahan. Selama pasangan calon suami istri masih berbeda agama.
Masyarakat juga diharapkan bisa mengikuti aturan ini dengan baik. Artinya jangan kemudian disiasati dengan cara berpura-pura masuk ke agama yang dianut oleh pasangannya hanya karena ingin memenuhi persyaratan administratif. Tapi setelah berumah tangga ia kembali ke agamanya semula.
Pernikahan antara dua mempelai yang berbeda bukanlah hal yang sederhana di Indonesia. Selain harus melewati gesekan sosial dan budaya, birokrasi yang harus dilewati pun berbelit. Tak heran jika banyak pasangan dengan perbedaan keyakinan akhirnya memilih menikah di luar negeri.
Pasangan yang memutuskan menikah di luar negeri nantinya akan mendapatkan akta perkawinan dari negara bersangkutan atau dari perwakilan Republik Indonesia setempat (KBRI).
Sepulangnya ke Indonesia, mereka dapat mencatatkan perkawinannya di kantor catatan sipil untuk mendapatkan Surat Keterangan Pelaporan Perkawinan Luar Negeri.
Meski begitu, bukan berarti pernikahan dengan perbedaan agama tak bisa diwujudkan di dalam negeri.
Baca Juga:PN Surabaya Sahkan Pernikahan Beda Agama, Begini Penjelasannya
Sejatinya, berdasar putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 para pasangan beda keyakinan dapat meminta penetapan pengadilan. Yurisprudensi tersebut menyatakan bahwa kantor catatan sipil boleh melangsungkan perkawinan beda agama, sebab tugas kantor catatan sipil adalah mencatat, bukan mengesahkan. Hanya saja, tidak semua kantor catatan sipil mau menerima pernikahan beda agama.
Kantor catatan sipil yang bersedia menerima pernikahan beda agama pun nantinya akan mencatat perkawinan tersebut sebagai perkawinan non-Islam. Pasangan tetap dapat memilih menikah dengan ketentuan agama masing-masing.
Caranya, mencari pemuka agama yang memiliki persepsi berbeda dan bersedia menikahkan pasangan sesuai ajaran agamanya, misalnya akad nikah ala Islam dan pemberkatan Kristen.
Namun, cara ini juga tak mudah karena jarang pemuka agama dan kantor catatan sipil yang mau menikahkan pasangan beda keyakinan.
Akhirnya, jalan terakhir yang sering dipakai pasangan beda agama di Indonesia untuk melegalkan pernikahannya adalah tunduk sementara pada salah satu hukum agama.
Biasanya, masalah yang muncul adalah gesekan antar-keluarga ihwal keyakinan siapa yang dipakai untuk pengesahan.
Baca Juga:Pengadilan Negeri Surabaya Sahkan Pernikahan Beda Agama, Begini Penjelasan Resminya
3. Tidak akan tercapai tujuan perkawinan
Setiap perkawinan pasti bertujuan untuk mencapai kebahagiaan, kedamaian, keberkahan, mendapatkan ketenangan batin yang dalam Alquraan disebut dengan istilah sakinah.
Menurut Prof Quraisy Shihab, larangan perkawinan antar agama yang berbeda itu dilatar belakangi oleh harapan akan lahirnya sakinah dalam keluarga.
Perkawinan baru akan langgeng dan tentram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami istri, karena jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya, latar belakang sosial atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan dalam perkawinan.