Menangis di Atas Mimbar, Begini Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Syahrul Yasin Limpo

Syahrul Yasin Limpo menangis berulang kali, saat membacakan orasi ilmiah pengukuhan guru besar kehormatan

Muhammad Yunus
Kamis, 17 Maret 2022 | 14:00 WIB
Menangis di Atas Mimbar, Begini Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Syahrul Yasin Limpo
Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo diberi gelar profesor kehormatan dari Universitas Hasanuddin, Kamis 17 Maret 2022 [SuaraSulsel.id/Istimewa]

Berdasarkan pengalaman saya, tata kelola pemerintahan disebut baik, apabila pelayanan publiknya berlangsung efektif dan efisien, penyelenggaraan pemerintahannya dapat dipertanggungkan, dan proses pemerintahannya melibatkan sebanyak-banyaknya unsur masyarakat.

Secara formal keilmuan, praktik kepemerintahan saya diinspirasi oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1993) dalam bukunya yang populer saat itu, Reinventing Government. Mereka melihat pemerintahan Amerika Serikat cenderung berkutat pada penerapan aturan dan administrasi formal serta semakin menjauhkannya dari dinamika dan aspirasi rakyat. Makanya mereka melihat spirit tata kelola yang baik pada dunia entrepreneur yang dinilainya dapat ditransformasi ke tata kelola pelayanan publik.

Karena itu banyak pihak menerjemahkan reinventing government dengan istilah "mewirausahakan birokrasi". Bagi saya yang akrab dengan kearifan lokal dari berbagai pesan nenek moyang, melihat kepemerintahan yang berbasis pada hukum tata negara dan aturan administrasi yang rigid justru perlu dikawinkan dengan kearifan lokal, agar memiliki spirit partisipatif yang dapat mendorong peran aktif masyarakat. Inilah hibridisasi hukum tata negara positivistik dengan kearifan lokal yang saya yakini dan telah saya praktikkan untuk berselancar di tengah kompleksitas kepemerintahan.

Menyebut kata pemerintahan dalam hubungannya dengan obsesi saya menjadikan pemerintahan sebagai rahmat dan perlindungan bagi segenap rakyat, tidak terlepas dari cara saya memaknai kata pemerintahan itu sendiri. Sejatinya kata pemerintahan berasal dari bahasa Yunani, yang kemudian dikenal luas dalam bahasa Inggris dengan kata government yang berasal dari kata govern yang berarti pengaturan.

Baca Juga:Banyak Dapat Ilmu di Warung Kopi, Syahrul Yasin Limpo: Saya Profesor Lapangan

Penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata pemerintah, lebih bermakna bos atau amtenaar, daripada pengatur atau pengelola. Pemaknaan govern ini akan terasa lebih fungsional bila kita merujuk pada penjenjangan jabatan administrasi pemerintahan dimana hirarki tertinggi disebut Pembina (Golongan IV), lalu Penata (Golongan III), Pengatur (Golongan II) dan Juru (Golongan 1).

Dengan demikian, fungsi aparat pemerintah bukan semata mengerjakan tugas administrasi melainkan lebih luas dari itu yakni mengarahkan, membina dan mengatur pelayanan publik. Bisa dibayangkan bila makna pemerintahan tidak benar-benar dikembalikan kepada substansinya, bisa jadi aparat pemerintah akan tetap lebih menganggap dirinya sebagai pihak yang harus dilayani, bukan sebagai pelayan masyarakat.

Kita telah belajar dari sejarah bahwa pengelolaan pemerintahan yang buruk bisa berakhir pada pelengseran pemimpin pucuknya yang dianggap paling bertanggungjawab. Ini telah berlaku pada Orde Baru yang berkuasa selama tiga dasawarasa Hadirnya Orde Reformasi, yang dicirikan oleh kebebasan berekspresi dan berpendapat, sangat kuat mengajukan tuntutan penerapan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yakni penatakelolaan yang lebih akuntabel, transparan, bersih, demokratis dan aspiratif.

Penentangan yang kuat terhadap perilaku koruptif, kolutif dan nepotif membuat posisi pemerintah tampak melemah berhadapan dengan posisi masyarakat sipil. Hal ini dikarenakan kekuasaan masyarakat sipil dalam menentukan pemimpin puncak organisasi pemerintah, terutama yang disebut sebagai jabatan politik, semakin kuat.

Namun saya memaknai bahwa kita tidak hanya membutuhkan good governance, yang tidak kalah pentingnya adalah kepemerintahan harus kuat atau strong, dalam arti sanggup bersikap tegas dan konsisten menghadapi tekanan dan tarik menarik berbagai kepentingan.

Baca Juga:Ketua Dewan Profesor Unhas: Syahrul Yasin Limpo Tidak Dapat Gelar Profesor Kehormatan

Dengan pemahaman demikian itulah, pada periode pertama sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, saya mengusung visi terpenuhinya hak dasar masyarakat. Saya menjalankan kebijakan pendidikan dan kesehatan gratis melalui bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten dan kota, dengan kesadaran bahwa pemerintah wajib memenuhi hak dasar rakyat atas layanan pendidikan dan kesehatan.

Saya mencanangkan pencapaian surplus beras Sulawesi Selatan melalui peningkatan produktivitas pertanian, dengan kesadaran bahwa pemerintah wajib memenuhi hak dasar rakyat atas pangan. Pada periode kedua sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, saya menganggap bahwa sudah waktunya daerah ini melakukan tinggal landas, melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan optimalisasi posisi Sulawesi Selatan sebagai hub dalam pergerakan manusia, barang, uang dan informasi di Indonesia Timur saat itu.

Pemahaman kepemerintahan yang saya hibiridisasi dari pengetahuan hukum tata negara dan administrasi pemerintahan secara formal dengan kearifan lokal serta refleksi dari pengalaman tersebut, juga saya terapkan dalam menjalankan amanah sebagai Menteri Pertanian saat ini. Kami mengupayakan adanya data tunggal sebagai landasan dalam mengoperasikan kebijakan pertanian, karena saya sadar bahwa perencanaan harus berbasis evidence dan kinerja juga harus dilacak dengan evidence, dan evidence basisnya adalah data yang valid. Kami mendorong petani milenial dan transformasi digital dalam praktek pertanian, karena kami sadar bahwa saat ini telah terbentuk generasi baru petani (new peasant generation) yang mengandalkan teknologi digital dan didorong oleh spirit entrepreneurship.

Petani milenial ini kami harapkan bahu-membahu dengan petani generasi tua dalam memajukan dan memoderenkan pertanian Indonesia. Kami juga berupaya membongkar mitos bahwa kita tidak bisa swasembada beras, dengan membuktikan bahwa kita bisa tidak impor beras, setidaknya dalam tiga tahun terakhir.

Hadirin yang saya muliakan,

Pengalaman pada birokrasi memberi saya keyakinan bahwa tantangan kompleksitas dihadapi oleh semua struktur dan level pemerintahan. Kompleksitas pemerintahan itu berkisar pada soal penerapan kebijakan, struktur dan prosesnya, hingga evaluasi keluarannya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini