SuaraSulsel.id - Nasib terdakwa Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel non aktif akan diketahui pekan depan.
Pengadilan Negeri Makassar memberi kesempatan untuk Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selama tujuh hari. Apakah akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung atau tidak.
Kepala Biro Pemerintahan Pemprov Sulsel Idham Kadir mengatakan, pemberhentian tetap Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel akan diketahui Senin, pekan depan. Jika tidak mengajukan banding, maka pemberhentiannya akan segera diproses.
"Kalau banding, harus tunggu prosesnya lagi. Kalau tidak, pekan depan langsung diusulkan pemberhentiannya," kata Idham, Selasa, 30 November 2021.
Baca Juga:Sidang Nurdin Abdullah Ricuh, Pendukung Menangis dan Teriak Golput di Pilgub 2023
Kata Idham, jika tidak mengajukan banding, maka Biro Pemerintahan akan mengusulkan ke DPRD Sulsel agar Nurdin Abdullah diberhentikan tetap. Pemberhentian akan ditetapkan lewat rapat paripurna.
Selanjutnya, hasil paripurna akan diajukan ke Kementerian Dalam Negeri dan Sekretariat Presiden untuk mengeluarkan Kepres soal pemberhentian kepala daerah.
"Setelah Kepres pemberhentian terbit, kita usul lagi pengangkatan Plt Gubernur sebagai Gubernur," tambahnya.
Sementara, Penasihat Hukum Nurdin Abdullah Irwan Irawan mengaku masih pikir-pikir soal langkah hukum yang akan mereka tempuh selanjutnya. Menurutnya, perlu pembicaraan lebih dulu dengan Nurdin Abdullah jika ingin banding.
"Kami pikir-pikir untuk banding, tapi konsolidasi dulu baru bersikap. Kami mengedepankan sikap klien," kata Irwan.
Baca Juga:KPK Beri Isyarat Tersangka Baru dalam Kasus Nurdin Abdullah
Nurdin Abdullah divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp500 juta, subsider 4 bulan kurungan. Nurdin Abdullah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Mantan Bupati Bantaeng itu melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Nurdin juga dikenakan pidana pengganti Rp2 miliar dan 350 dollar Singapura. Hak politiknya juga dicabut selama tiga tahun setelah menjalani pidana pokok.
Hal yang sama diungkap Abdul Manan, kuasa hukum Edy Rahmat. Hingga kini ia masih yakin kliennya hanya "tumbal" Nurdin Abdullah.
Abdul Manan mengaku berpikir untuk menempuh jalur banding. Namun semua tergantung ke kliennya, Edy Rahmat.
"Pada pledoi kami sebagai penasihat hukum, apa yang ada di fakta lapangan, 100 persen bertentangan dengan pledoi kami. Mestinya, Edy Rahmat ini divonis bebas. Kalau (banding) kami konsultasikan dulu sama pak Edy Rahmat," tukasnya.
Edy sendiri divonis 4 tahun dengan denda Rp200 juta dan subsider dua bulan. Majelis hakim menilai Edy terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
Edy Rahmat Masih Terima Gaji
Eks Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel Edhy Rahmat sudah divonis empat tahun oleh majelis hakim pengadilan Negeri Makassar. Walaupun sudah berstatus terpidana, Edy ternyata masih mendapat gaji.
"Masih digaji 50 persen," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pemprov Sulsel, Imran Jausi, Selasa, 30 November 2021.
Imran mengatakan Edy saat ini masih berstatus pegawai negeri sipil. Statusnya baru akan diberhentikan jika tidak mengajukan banding.
Setelahnya, Pemprov akan mengajukan pengusulan pemberhentian dengan tidak hormat kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Jika BKN sudah mengeluarkan rekomendasi, maka penggajian juga akan diberhentikan.
"Tapi kalau mengajukan banding, tunggu lagi sampai selesai. Selama itu, yang bersangkutan tetap mendapat gaji 50 persen," tambahnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing