Asrul sendiri sebelumnya didakwa dengan pasal berlapis, yakni tuduhan penyebaran berita bohong (Pasal 14 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946); penyebaran informasi bermuatan kesusilaan (Pasal 45A Ayat (2) jo 28 Ayat (2) UU ITE); dan pencemaran nama baik (Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 3 UU ITE).
Dua pasal dakwaan pertama dan kedua diketahui memiliki ancaman hukuman di atas lima tahun sehingga di awal penetapan tersangka, Asrul langsung ditahan oleh Polda Sulsel sejak 30 Januari hingga 6 Maret 2020 (36 hari). Namun dalam putusan, hanya pasal terakhir yang dianggap memenuhi unsur pidana dengan ancaman di bawah lima tahun.
Selain itu, Dewan Pers sebagai lembaga yang diberi wewenang oleh UU Pers untuk menilai produk pers dan mengupayakan penyelesaian sengketa pers telah mengeluarkan penilaian tertulis pada 10 Februari 2020.
Dewan Pers menyatakan bahwa ketiga tulisan Asrul merupakan produk jurnalistik sehingga meminta Kepolisian untuk memproses sengketa melalui Dewan Pers sesuai dengan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2/DP/MOU/II/2017.
Baca Juga:AJI Makassar Minta Hakim Putuskan Jurnalis Asrul Tidak Bersalah dan Bebas
Berdasarkan fakta-fakta di atas, Koalisi Advokat untuk Kemerdekaan Pers dan Berekspresi melalui salah satu Anggotanya dari LBH Makassar Abdul Azis Dumpa berpendapat vonis 3 bulan penjara yang dijatuhkan Majelis hakim kepada Jurnalis Asrul karena melakukan penghinaan dan pencamaran nama baik UU ITE, adalah preseden buruk bagi perlindungan kemerdekaan pers dan demokrasi.
Hakim telah mengakui dalam putusannya bahwa berita.news sebagai media pers, Asrul sebagai wartawan, dan berita yang dipermasalahkan sebagai produk jurnalistik.
Dalam hal yang dipersoalkan adalah produk jurnalistik maka pertanggungjawabannya ada pada penanggungjawab media, bukan individu jurnalis.
Selain itu, jurnalis yang mengerjakan tugas jurnalistiknya dan menerbitkan produk jurnalistik semestinya tidak dapat dipidana. Karena menjalankan fungsi berdasarkan UU Pers dan jika mengacu pada SKB pedoman penerapan UU ITE, produk jurnalistik tidak merupakan delik dalam Pasal 27 ayat (3).
Putusan ini juga menjadi anomali di tengah kritik tajam terhadap UU ITE, yang saat ini masuk dalam prolegnas untuk direvisi. Karena telah menelan banyak korban kriminalisasi termasuk jurnalis.
Baca Juga:Survei Sucofindo: Indeks Kemerdekaan Pers 2021 Naik 0,75 Persen
Pemidanaan terhadap produk jurnalistik dengan UU ITE sebagai bukti tidak efektifnya penerbitan Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi UU ITE. Sehingga pemerintah dan DPR mesti melakukan revisi terhadap pasal-pasal yang bermasalah, dan bukan menambah pasal yang lebih berbahaya.