Peneliti Sebut Manusia Sulawesi Punya DNA Sama Dengan Suku Aborigin dan Papua

Manusia pertama yang diklaim peneliti hidup di budaya kuno misterius atau Taolean

Muhammad Yunus
Selasa, 31 Agustus 2021 | 11:57 WIB
Peneliti Sebut Manusia Sulawesi Punya DNA Sama Dengan Suku Aborigin dan Papua
Kerangka manusia purba Toaleans. [Livescience]

SuaraSulsel.id - Manusia di Pulau Sulawesi diyakini punya DNA yang sama. Dengan suku Aborigin di Australia dan sejumlah suku di Papua. Para arkeolog menemukan kesamaannya pada kerangka Besse.

Besse adalah manusia pertama yang diklaim peneliti hidup di budaya kuno misterius atau Taolean.

Kerangka Besse ditemukan di Gua Liang Panninge, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Oleh tim peneliti Univeristas Hasanuddin dan peneliti dari beberapa negara.

Besse adalah sebutan untuk anak perempuan pada suku Bugis. Tim peneliti menjulukinya Besse karena kerangka itu berjenis kelamin perempuan.

Baca Juga:Kabar Gembira, 1000 Warga Sulsel Sembuh Dari Covid-19 Dalam Satu Hari

"Ini rangka, bukan fosil dan menunjukkan ciri-ciri wanita muda. Makanya teman-teman beri nama sebagai Besse. Tahun 2015 itu rangka belum kita angkat. Itu secara prosedural gak boleh karena perlu adaptasi. Kemudian peralatan juga kita tidak siap," ujar peneliti Akin Duli, Selasa, 31 Agustus 2021.

Kerangka Besse diperkirakan hidup 7200 tahun yang lalu. Dari model gerahamnya, tim peneliti menyimpulkan ia berusia kisaran 17-18 tahun pada saat itu.

DNA Besse juga menunjukkan bahwa manusia purba ini adalah orang Toalean. Manusia pemburu dan pengumpul makanan. Seperti babi yang hidup di hutan dan sungai Sulawesi.

Awalnya, tim menemukan gua tempat kerangka Besse ditemukan diapit oleh sungai dan bukit. Konon gua itu dijadikan sebagai pasar dan tempat sabung ayam.

"Situs ini berupa gua yang luar biasa indahnya berupa lorong diapit sungai. Konon dulunya dijadikan pasar, tukar menukar barang dan menyabung ayam," kata Akin Duli saat menceritakan awal mula penemuannya.

Baca Juga:22 Daerah di Sulsel Sudah Bisa Belajar Tatap Muka

Tahun 2015, kata Akin Duli, pihaknya menemukan dua kotak. Satu kotak itulah tempat rangka Besse.

Kotak itu seperti kuburan. Sebagian tertutup oleh batu dan tanah. Rangka saat itu belum diangkat karena keterbatasan alat.

"Kami tutup kembali pada tahun 2015 karena kendala peralatan dan waktu penelitian habis. Nanti pada tahun 2017 kita lakukan penelitian lagi dan kita angkat," tuturnya.

Tim Unhas saat itu juga tidak punya laboratorium untuk menganalisis kerangka itu lebih jauh. Untuk mengetahui umur, jenis kelamin, dan penyebab kematiannya, dari ras mana dan DNA-nya.

"Apalagi terbungkus dengan lapisan tanah, batu dan lain-lain," katanya.

Belum lagi soal masalah biaya yang harus dikeluarkan cukup besar. Tim kemudian membawanya ke Universitas Hasanuddin untuk discan.

"Itupun kami sangat merasa berat karena kita tahu biaya lumayan untuk itu," ujarnya.

Tim Arkeolog Unhas kemudian bekerjasama dengan Univeristas Griffith Australia pada tahun 2018. Sebelumnya Unhas meminta bantuaan laboratorium di Amerika, tapi lagi-lagi soal biaya.

"Kita kekurangan dana untuk melakukan analisis. Di Amerika cukup luar biasa biayanya. Hampir setengah miliar dia minta. Artinya tidak mungkin dengan biaya kita dari Unhas," beber Akin Duli.

Berkat kerjasama dengan Australia, sampel kerangka kemudian dikirim ke laboratorium di Jerman. Laboratorium itu khusus mengkaji manusia prasejarah pada masa lampau.

Dari hasil analisis, Besse adalah manusia tertua di Sulawesi. Ia ditemukan berumur 17-18 tahun saat meninggal. Tentang penyebabnya, kata Akin Duli, masih dalam tahap analisis.

"Ini merupakan rangka manusia tertua di Sulawesi yang ditemukan dan dianalisis dengan baik. Rangka ini penting bagi sejarah peradaban manusia di Sulawesi. Karena ini rangka yang tertua," jelas Akin Duli.

Hasil analisis juga menunjukkan bahwa DNA Besse mengandung DNA yang sama dengan suku Aborigin di Australia dan DNA Denisovan. DNA ini bahkan disebut lebih tua dari nenek moyang bangsa Aborigin dan Papua.

"Rangkanya saat ini masih ada di laboratorium Arkeologi Unhas. Mungkin suatu saat perlu kita kembangkan bisa jadi kalau Unhas punya museum kita taruh di sana," tuturnya.

Arkeolog Unhas lainnya, Iwan Sumantri menambahkan situs ini akan dijadikan cagar budaya secara nasional. Tim ahli sudah mencari rangka ini sudah sangat lama.

Hal tersebut menunjukkan bahwa nenek moyang Besse adalah manusia modern pertama yang ditemukan di Wallacea. Kawasan ini mencakup sekelompok kepulauan antara Kalimantan, Papua Nugini, dan Australia.

"Saya akan mendesak tim ahli cagar budaya Maros untuk mengusulkan Panninge sebagai situs budaya provinsi yang nantinya akan jadi situs budaya nasional. Dan itu sudah ditunggu oleh Dirjen," katanya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini