"Itupun kami sangat merasa berat karena kita tahu biaya lumayan untuk itu," ujarnya.
Tim Arkeolog Unhas kemudian bekerjasama dengan Univeristas Griffith Australia pada tahun 2018. Sebelumnya Unhas meminta bantuaan laboratorium di Amerika, tapi lagi-lagi soal biaya.
"Kita kekurangan dana untuk melakukan analisis. Di Amerika cukup luar biasa biayanya. Hampir setengah miliar dia minta. Artinya tidak mungkin dengan biaya kita dari Unhas," beber Akin Duli.
Berkat kerjasama dengan Australia, sampel kerangka kemudian dikirim ke laboratorium di Jerman. Laboratorium itu khusus mengkaji manusia prasejarah pada masa lampau.
Baca Juga:Kabar Gembira, 1000 Warga Sulsel Sembuh Dari Covid-19 Dalam Satu Hari
Dari hasil analisis, Besse adalah manusia tertua di Sulawesi. Ia ditemukan berumur 17-18 tahun saat meninggal. Tentang penyebabnya, kata Akin Duli, masih dalam tahap analisis.
"Ini merupakan rangka manusia tertua di Sulawesi yang ditemukan dan dianalisis dengan baik. Rangka ini penting bagi sejarah peradaban manusia di Sulawesi. Karena ini rangka yang tertua," jelas Akin Duli.
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa DNA Besse mengandung DNA yang sama dengan suku Aborigin di Australia dan DNA Denisovan. DNA ini bahkan disebut lebih tua dari nenek moyang bangsa Aborigin dan Papua.
"Rangkanya saat ini masih ada di laboratorium Arkeologi Unhas. Mungkin suatu saat perlu kita kembangkan bisa jadi kalau Unhas punya museum kita taruh di sana," tuturnya.
Arkeolog Unhas lainnya, Iwan Sumantri menambahkan situs ini akan dijadikan cagar budaya secara nasional. Tim ahli sudah mencari rangka ini sudah sangat lama.
Baca Juga:22 Daerah di Sulsel Sudah Bisa Belajar Tatap Muka
Hal tersebut menunjukkan bahwa nenek moyang Besse adalah manusia modern pertama yang ditemukan di Wallacea. Kawasan ini mencakup sekelompok kepulauan antara Kalimantan, Papua Nugini, dan Australia.
"Saya akan mendesak tim ahli cagar budaya Maros untuk mengusulkan Panninge sebagai situs budaya provinsi yang nantinya akan jadi situs budaya nasional. Dan itu sudah ditunggu oleh Dirjen," katanya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing