SuaraSulsel.id - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Andry Lesmana mengungkap modus Nurdin Abdullah untuk mendapatkan uang dari pengusaha. Tak hanya lewat proyek tapi juga dalihnya lewat bantuan sosial.
Kamis, 5 Agustus 2021, JPU KPK menghadirkan tiga orang saksi pada sidang lanjutan terdakwa kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur, Nurdin Abdullah. Mereka adalah Amri Mauraga Direktur Bank Sulselbar, Sakti Rudhy Moha dan Khaeruddin. Mereka berdua ini pengusaha.
Kata Andry, pihaknya saat ini fokus ke dakwaan pasal 12b soal gratifikasi. Ada beberapa fakta di persidangan yang mulai terungkap.
JPU mengaku cara Gubernur Sulsel non aktif itu untuk mengumpulkan uang dari pengusaha adalah lewat bantuan sosial. Modusnya lewat sumbangan masjid dan bantuan sosial Covid-19.
Baca Juga:Direktur Utama Bank Sulselbar Dicecar Soal Aliran Dana ke Nurdin Abdullah
"Sumbangan masjid dan bantuan Covid ini adalah modus yang kita pelajari saat ini. Bisa diyakini sebagai cara untuk mengumpulkan uang. Walau untuk keperluan masjid, tapi itu di atas tanah milik pribadi terdakwa. Istilahnya memberikan sesuatu kepada terdakwa tidak sesuai aturan, apalagi pejabat negara," tegasnya.
Bantuan CSR dari Bank Sulselbar untuk masjid di Pucak Kabupaten Maros disebut cukup tak masuk akal. Proses pencairannya sangat singkat.
"CSR Rp400 juta itu cair dalam waktu singkat. Dua minggu setelah bertemu pak Nurdin dan Mauraga di rujab, proposal baru masuk. (Pencairan) CSR itu kan dipelajari dulu proposalnya, dibentuk tim verifikasi, sampai ditemukan nilai Rp400 juta dan dicairkan pada awal Desember. Tidak bisa sesingkat itu," ujar Andry.
Dari keterangan saksi, lanjut Andry, masjid tersebut juga berdiri di atas lahan pribadi Nurdin Abdullah. Awalnya mengaku sudah diwakafkan, tetapi tidak ada bukti.
Nantinya, JPU KPK akan memanggil pengurus masjid dan ajudan Nurdin Abdullah, Syamsul Bahri. Mereka adalah saksi kunci dari bantuan masjid tersebut.
Baca Juga:Korupsi Lahan Munjul, KPK Panggil Eks Plt Sekda DKI Sri Haryati
"Jadi kita akan nilai kelanjutannya seperti apa. Dari pihak pengurus masjid maupun dari ajudan terdakwa, Syamsul Bahri. Disitu akan terbuka apa-apa saja. Ini masih dari satu sektor untuk pembangunan masjid belum yang lain," terangnya.
Cara lain, menurut JPU adalah dengan memanfaatkan kondisi di pandemi seperti ini. Pengusaha diminta untuk membantu penanganan Covid-19 yang tidak sesuai prosedur.
Pengusaha mentrasfer lewat rekening pribadi atas nama Nurhidayah dan juga atm bansos Covid-19. Pengusaha ditanya jika ingin membantu, maka bisa saja disalurkan secara langsung. Tak perlu lewat rekening khusus sesuai perintah Nurdin sebagai pejabat negara.
Nurdin sebagai pejabat negara disebut tidak dibolehkan meminta apalagi menerima uang seperti itu. Pertanggungjawaban untuk penggunaan dana tersebut juga tidak ada.
"Pada saat penerimaan ini kan sudah tidak benar. Meski digunakan untuk kepentingan sosial ya tetap tidak benar. Logikanya ya kamu mencuri tapi untuk anak yatim ya tetap salah kan. Itu kalau memang digunakan untuk sosial, faktanya kan tidak tahu sesungguhnya digunakan untuk apa," tuturnya.
Asal diketahui, Nurdin Abdullah dijerat dengan Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian Pasal 12 B, Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing