KPK Dalami Peran Pimpinan Bank Dalam Kasus Nurdin Abdullah

Membantu Nurdin Abdullah untuk menyiapkan uang tunai atau melakukan transfer

Muhammad Yunus
Jum'at, 23 Juli 2021 | 11:01 WIB
KPK Dalami Peran Pimpinan Bank Dalam Kasus Nurdin Abdullah
Barang bukti koper berisi uang senilai Rp 2 Miliar ditampilkan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (28/2/2021). [Suara.com/Alfian Winanto]

SuaraSulsel.id - Muhammad Ardi, Pimpinan Bank Mandiri Cabang Panakukang disebut punya peran dalam kasus Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah.

Ia disebut sebagai pihak bank yang sering membantu Nurdin Abdullah untuk menyiapkan uang tunai atau melakukan transfer.

Jaksa Penuntut Umum KPK Asri Irwan mengatakan, Ardi pernah membantu Nurdin Abdullah mengalihkan uang sebesar Rp 300 juta. Uang itu dari nomor rekening Sulsel Peduli Bencana dan ditransfer secara real time gross settlement atau (RTGS).

"Rekening itu juga dibuat atas nama Sulsel Peduli Bencana. Rp 300 juta itu berasal dari rekening Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya melalui RTGS oleh Muhammad Ardi selaku Kepala Cabang Bank Mandiri di Panakukang," ujar Asri, Kamis, 22 Juli 2021.

Baca Juga:Polisikan Aktivis Greenpeace Kasus Tembak Laser, Boyamin: Pimpinan KPK Kupingnya Tipis!

Nama Ardi juga beberapa kali disebut oleh eks Ajudan Nurdin Abdullah, Salman, pada persidangan terdakwa Agung Sucipto. Kata Salman, Nurdin Abdullah kerap memintanya untuk bertemu dengan Ardi jika membutuhkan uang tunai bernomor seri baru.

Tak hanya itu, Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar atas nama Riski Anreani juga diketahui pernah menyerahkan uang ke Nurdin Abdullah lewat ajudan atas nama Syamsul Bahri. Uang sebesar Rp 400 juta itu adalah dana CSR dari Bank Sulselbar.

Asri mengatakan penyidik sudah mendalami peran pimpinan bank tersebut. Mereka akan dijadikan saksi pada persidangan selanjutnya.

Nurdin Abdullah juga diketahui menerima uang setidaknya dari enam kontraktor. Rata-rata transaksi dilakukan melalui orang kepercayaannya yakni Syamsul Bahri, Edy Rahmat, dan Sari Pudjiasuti.

Diantaranya, kata Asri terdakwa Nurdin Abdullah pada pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah
Rp 1 miliar dari Robert Wijoyo selaku Pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella. Uang Rp 1 miliar tersebut diterima Nurdin Abdullah melalui Syamsul Bahri selaku Ajudan Gubernur Sulsel.

Baca Juga:Ini Pasal Digunakan Jaksa KPK Dalam Mendakwa Nurdin Abdullah

Terdakwa pada tanggal 18 Desember 2020 juga menerima uang sejumlah Rp 1 miliar dari Nurwardi Bin Pakki alias H Momo. Dia adalah Pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat.

"Uang itu diterima Nurdin melalui Sari Pudjiastuti selaku Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Provinsi Sulawesi Selatan," bebernya.

Terdakwa Nurdin Abdullah pada bulan Januari 2021 kembali menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Nurwardi Bin Pakki alias H Momo melalui Syamsul Bahri.

Sementara pada bulan Februari 2021, ia menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fery Tanriady selaku Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera. Uang itu juga diterima Nurdin melalui Syamsul Bahri.

Lalu, pada bulan Februari 2021, Nurdin Abdullah diketahui menerima uang Rp 1 miliar dari Haeruddin selaku Pemilik PT Lompulle melalui Syamsul Bahri. Di waktu yang bersamaan, Nurdin Abdullah kembali menerima uang sejumlah 200 ribu dolar Singapura dari Nurwardi Bin Pakki alias H Momo. Juga melalui Syamsul Bahri.

Lalu, pada bulan April 2020 sampai dengan Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang dengan jumlah total Rp 387 juta. Uang itu berasal dari Kwan Sakti Rudy Moha selaku Direktur CV Mimbar Karya Utama melalui transfer ke beberapa rekening.

Terdakwa pada bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021 juga menerima uang sebesar Rp 1 miliar. Uang itu berasal dari beberapa pihak di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak.

"Diantaranya diberikan oleh Petrus Yalim selaku Direktur PT Putra Jaya dan Thiawudy Wikarso selaku Pemilik PT Tri Star Mandiri," beber Asri.

Sehingga, kata Asri, perbuatan Nurdin Abdullah merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Bahwa perbuatan terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban serta tugas selaku Gubernur Sulawesi Selatan," jelasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini