SuaraSulsel.id - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK Sulsel menemukan harga sembako Bansos Covid-19 di Badan Penghubung Pemprov Sulsel tidak wajar. Ada selisih harga hingga Rp 69,9 juta dari harga di pasaran.
Sembako tersebut diperuntukkan bagi mahasiswa yang tidak bisa mudik. Karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Ada dua organisasi yang mendapat jatah tersebut yakni Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Sulsel (Ikami) dan Pengurus Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT).
BPK mencatat ada selisih harga yang tak wajar pada penyaluran yang dilakukan dengan tiga tahap. Setiap tahap, harga bantuan sembako juga berbeda, padahal jenis barangnya sama.
Baca Juga:10 SMA Terbaik di Jakarta Barat untuk PPDB DKI Jakarta 2021, Kebanyakan Sekolah Kristen
Pada tahap pertama, ada 844 mahasiswa yang dibantu. Mereka menerima beras kemasan 5 Kg, Mie Instan 1 karton, telur 2 tray dengan berat 3,5 kg.
Kemudian ada minyak goreng merek Rose Brand 2 liter, susu kental manis 2 kaleng. Kemudian ada jasa transportasinya Rp 22 juta.
Kemudian, pada tahap II, penyaluran dilakukan untuk 219 mahasiswa di Pulau Sumatera Dan Pulau Kalimantan. Sementara penyaluran tahap ketiga, Pemprov Sulsel membantu 542 mahasiswa PPGT. Jenis barang yang disalurkan juga sama.
BPK kemudian membandingkan harga yang tertera dengan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS) Jakarta, yang didukung oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Pemeriksa juga mengambil data harga yang dipublikasikan dari 47 pasar yang ada di wilayah DKI Jakarta pada tanggal yang sama dengan surat penawaran harga.
Baca Juga:Demi Keamanan, HNW Minta BPK Audit Dana Haji Secara Transparan
Hasilnya, pengadaan sembako menunjukkan permasalahan kewajaran harga. Penyedia, yakni PT TKU juga tidak menyampaikan surat pernyataan kewajaran harga barang yang diadakan.
Badan pemeriksa mencatat ada selisih lebih harga penawaran penyedia sebesar Rp69.967.503. BPK merinci, selisih harga pada penyaluran pertama Rp 31,7 juta.
Selisih itu ditemukan pada harga beras premium sebesar Rp 7,3 juta. Diketahui, Badan Penghubung membeli beras 4.220 Kg dengan harga Rp 14.400.
Padahal harga sebenarnya di pasaran Rp 12.665 per Kg. Sehingga BPK menemukan ada selisih Rp 1.734.
Begitupun dengan harga telur. BPK menemukan ada selisih harga hingga Rp 15 juta.
Badan Penghubung membeli 2.954 kg telur dengan harga Rp30.571 per kg. Padahal, harga publikasi hanya Rp25.255. Sehingga ada selisih Rp 5.316 per kilonya.
Sementara, untuk susu kental manis cap bendera, ada 1.688 kaleng yang dibeli dengan harga Rp 17.200. Padahal, harga publikasi Rp 12.023.
BPK menemukan selisih Rp 5.716 per kaleng. Sehingga ada selisih hingga Rp 8,3 juta untuk 1.688 kaleng susu.
Kemudian, pada penyaluran tahap II, BPK menemukan selisih harga Rp8,5 juta. Hal tersebut ditemukan pada jenis barang beras, telur dan susu kaleng.
Beras misalnya, dinaikkan harganya Rp 2.634 per kilo. Sementara telur Rp5.927 per kilo dan susu kaleng Rp2.506 per kaleng.
Untuk penyaluran tahap III, BPK menemukan selisih harga hingga Rp 29,6 juta pada jenis barang yang sama. Harga beras dinaikkan Rp2.603 per kilo, telur Rp8.907 per kilo dan susu kental manis Rp 5.285 per kaleng.
Plt Kepala Inspektorat Pemprov Sulsel Sulkaf Latief mengaku belum mengetahui soal temuan BPK tersebut. Termasuk apakah rekomendasi BPK meminta agar kelebihan harga dikembalikan atau tidak.
Namun, kata Sulkaf, Badan Penghubung bisa mencantumkan bukti kewajaran harga sebagai pertanggungjawaban.
"Saya belum dalami, tapi sebagai APIP tentu ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan soal kewajaran harganya," ujar Sulkaf saat dikonfirmasi, Rabu, 9 Juni 2021.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing