SuaraSulsel.id - Jejak Islam di Kabupaten Bulukumba masih terpelihara hingga saat ini. Salah satunya adalah keberadaan Masjid Nurul Hilal Dato Tiro.
Lokasinya di Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bonto Tiro, Kabupaten Bulukumba. Sekitar 36 kilometer dari pusat Kota Bulukumba.
Masjid ini merupakan masjid tertua di Bulukumba. Menjadi saksi penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Khususnya di Bulukumba atau Bumi Panrita Lopi.
Masjid Besar Hilal Dato Tiro dibangun oleh Al Maulana Khatib Bungsu atau Dato Tiro. Muballig asal Minangkabau yang menyebarkan islam di Sulawesi Selatan pada tahun 1605 M.
Baca Juga:Berani ! Siswa SMA Ini Edukasi Anak-anak Melawan Budaya Pernikahan Dini
Keunikan dari Masjid Dato Tiro adalah bentuk kubahnya yang menyerupai rumah adat Jawa. Terdiri dari tiga tingkat, sedangkan arsitektur dinding jendela diambil dari rumah khas Toraja Sulawesi Selatan yakni Tongkonan.
Bagian luar masjid terdapat dua buah menara setinggi dua puluh meter. Sedangkan bagian dalam masjid ini terdapat empat buah tiang dan sejumlah tulisan kaligrafi yang berada di sudut dinding masjid.
Mengutip KabarMakassar.com -- jaringan Suara.com, keunikan lain masjid adalah memiliki sumur panjang. Mengelilingi masjid. Dengan panjang sekitar 100 meter.
Kabarnya, sumur itu juga dibuat oleh Dato' Tiro. Sebagai sumber air untuk berwudhu. Saat itu Dato Tiro diceritakan menancapkan tongkatnya ke tanah. Membuat garis dan keluar lah mata air dari dalam tanah.
Basuki Rahmat salah satu pengurus Masjid Besar Hilal Dato Tiro yang juga merupakan KUA kecamatan Bonto Tiro mengatakan, banyak warga dari Bulukumba maupun luar daerah yang mengunjungi masjid tersebut. Selain untuk melaksanakan salat, banyak juga warga yang datang hanya untuk ziarah ke makam Dato Tiro.
Baca Juga:Pemilik Sapi yang Berkeliaran di Bulukumba Kena Denda Rp 1 Juta
"Warga lokal atau pun warga luar ada yang selalu berkunjung, salat di Masjid Dato Tiro sekaligus berziarah ke makam Dato Tiro," jelasnya.
Basuki menambahkan memasuki bulan ramadhan kemungkinan pelaksanaan ibadah salat berjemaah di Masjid Dato Tiro hanya akan digelar untuk salat fardu saja. Sementara salat tarawih dan witir dilakukan di rumah.
Sekedar diketahui masjid ini telah mengalami lima kali renovasi sejak dibangun, yakni renovasi pertama kali dilakukan pada tahun 1625, sedangkan renovasi terakhir kali dilakukan pada tahun 1998.
Awalnya mesjid ini bernama Mesjid Hila-Hila hingga pada tahun 1997 namanya diganti menjadi Masjid Hilal Dato Tiro.