SuaraSulsel.id - Sejumlah wartawan yang tengah melakukan wawancara mendapatkan perlakuan kurang pantas dari Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha.
Perdana Menteri Thailand melakukan tindakan kurang etis dengan menyemprot wartawan dengan cairan antiseptik tangan atau hand sanitizer.
Hal itu dilakukan Perdana Menteri Thailand setelah diberi pertanyaan tentang kemungkinan perombakan kabinet.
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, sedang menjawab pertanyaan dari wartawan di Government House Bangkok terlihat kesal kemudian mendekati reporter.
Baca Juga:Setahun Pandemi Covid-19: Kisah Lucu hingga Tragis Soal Hand Sanitizer
Tanpa diduga, sambil menutup wajahnya dengan masker, Perdana Menteri Thailand mulai menyemprotkan cairan hand sanitizer.
Perdana Menteri Thailand kemudian keluar dari ruangan dan terlihat tersandung. Seperti dikutip dari Russia Today, Selasa 9 Maret 2021.
Mengutip dari terkini.id -- jaringan suara.com, Pemimpin Thailand Prayut Chan-o-cha memang dikenal memiliki sikap konfrontasi yang aneh dengan pers.
Sebelumnya, Perdana Menteri Thailand juga dilaporkan telah melemparkan kulit pisang ke operator kamera. Bahkan memasang potongan karton dirinya untuk menghindari pertanyaan dari media.
Ledakan emosi terakhir tersebut terjadi setelah tiga menteri kabinetnya digulingkan dari jabatan mereka oleh pengadilan bulan lalu, karena dinyatakan bersalah menghasut untuk kegiatan aksi protes antara 2013 dan 2014.
Baca Juga:Setahun Berlalu, Barang Ini Pernah Langka di Awal Pandemi Covid-19
Dalam salah satu pertanyaan terakhir dari konferensi pers, Prayut ditanya kapan menteri baru akan ditunjuk, tetapi PM menepis pertanyaan itu.
Seruan pengunduran diri terhadap dirinya telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah aktivis yang menyerukan reformasi politik didakwa melanggar hukum lese majeste, yang melarang mengkritik anggota senior keluarga kerajaan.
Aksi protes yang lebih banyak terjadi pada minggu lalu ketika ratusan orang turun ke jalan-jalan di Bangkok, mengabaikan pembatasan pertemuan publik COVID-19, untuk menuntut pembebasan tahanan yang dituduh pihak berwenang bersekongkol melawan pemerintah pada sebuah protes pada bulan September.