Pengusaha Hotel dan Restoran di Kota Makassar Ancam Tak Mau Bayar Pajak

Dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tak kunjung dicairkan Pemkot Makassar

Muhammad Yunus
Rabu, 03 Februari 2021 | 18:50 WIB
Pengusaha Hotel dan Restoran di Kota Makassar Ancam Tak Mau Bayar Pajak
Pengusaha hotel dan restoran di Kota Makassar berunjuk rasa menuntut pencairan dana hibah, Rabu 3 Februari 2021 / [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Pengusaha hotel di Kota Makassar protes. Dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tak kunjung dicairkan Pemkot Makassar.

Pengusaha hotel yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel menggelar aksi damai di DPRD Makassar, Rabu (3/2/2021).

Mereka mengancam, jika dana hibah tak kunjung cair, maka mereka juga tak akan bayar pajak.

"Kita punya komitmen sesuai dengan hasil rapat, jika sampai akhir bulan ini dana hibah itu tidak dicairkan, maka pajak bulan Maret, kami akan tunda," kata Ketua PHRI Sulsel, Anggiat Sinaga.

Baca Juga:BKN Kaget Banyak Migrasi Pegawai dari Makassar ke Sulsel : Tak Boleh Asal

Jika pajak ditahan, kata Anggiat, maka PAD Kkota Makassar jelas anjlok. Setiap tahunnya, hotel dan restoran bisa menyumbang pundi-pundi daerah hingga Rp 330 miliar.

"Itu di luar pandemi. Tahun 2020 karena pandemi pajak kira-kira Rp 180 miliar," bebernya.

Ia mengaku heran dengan Pemkot Makassar. Dana hibah tak kunjung dicairkan padahal sejumlah syarat sudah dipenuhi perhotelan.

PHRI juga sudah bicara dengan Kementerian Pariwisata. Katanya, pencairan bisa dilakukan, cukup dengan adanya diskresi dari Wali Kota.

"Jadi sebenarnya ini sisa kemauan dari Pak Pj (Wali Kota), mau melakukan itu (diskresi) agar dana itu tersalur kepada industri. Kami industri yang lagi sakit yang saat ini tinggal hanya 20 persen bisa hidup lagi," keluhnya.

Baca Juga:Dear Menteri Sandiaga Uno, Dana Hibah untuk Pengusaha Hotel Tidak Cair

Di Makassar sendiri ada 400 restoran dan 300 hotel. Mereka berharap besar dengan dana hibah tersebut untuk bangkit kembali.

Untuk membayar gaji saja, kata Anggiat, pegawai hanya dibayar 50 persen. PHRI meminta agar ini juga bisa jadi perhatian DPRD.

"Ya sekarang sudah terpuruk. Gaji kita aja bayar 50 persen. Jadi sekarang yang penting kita bernafas dulu. Operasional dulu, soal hak karyawan kita maklum lah. Kondisi lagi susah".

Sementara, Ketua Komisi B DPRD Kota Makassar William Laorin juga mengaku menyayangkan sikap Pemkot Makassar. Hibah harusnya tidak dipersulit dengan administrasi.

"Ini sangat disayangkan karena anggaran yang digelontorkan oleh pusat tidak dimanfaatkan dengan baik. Ini preseden buruk di Kota Makassar," kata William.

William mengaku Makassar adalah satu-satunya kota yang tidak mencairkan hibah hanya karena administrasi. Verifikasi data masih dilakukan secara manual sehingga terlambat.

"Padahal kan Pemkot punya data, sudah by sistem. Ini ternyata mereka kerja masih manual. Ada juga alasan masalah kesehatan dan lain-lainnya. Ratusan pelaku ekonomi pun korbannya," tegas William.

Harusnya, kata William, anggaran ini cair di tahun 2020. Hanya karena masalah verifikasi itu, kemudian menyeberang tahun ini. Pemkot Makassar pun tidak bisa melakukan pencairan.

"Tapi mereka sudah mengirim surat ke Kementerian agar pencairan bisa langsung dilakukan tahun ini. Tapi sepertinya ditolak," tandasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini