Adat Memaksa Anak Ini Menikah, Petugas PPA Berusaha Gagalkan

Keluarga perempuan masih menunggu keluarga laki-laki membawa pisuke atau uang lamaran

Muhammad Yunus
Selasa, 22 September 2020 | 16:48 WIB
Adat Memaksa Anak Ini Menikah, Petugas PPA Berusaha Gagalkan
Kepala Tata Usaha UPTD PPA Lombok Timur, Dyah Pujiyuwana / Foto : Istimewa

SuaraSulsel.id - Pernikahan dini di Lombok Timur terus meningkat. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) Lombok Timur, selama 2020 terjadi 16 kasus pernikahan dini.

Kepala Tata Usaha UPTD PPA Lombok Timur, Dyah Pujiyuwana mengatakan, kasus yang saat ini masih ditanganinya adalah rencana pernikahan anak perempuan yang baru menginjak umur 13 tahun.

Calon pengantin wanita berinisial RA ini baru kelas VII SMP. Sedangkan calon laki-laki HI baru berumur 17 tahun.

“Si cowok HI ini juga putus sekolah," ujar Pujiyuwana, Selasa (22/9/2020).

Baca Juga:Kenali Keterlambatan Perkembangan Gerak Anak, Orangtua Wajib Awas

Pujiyuwana mengatakan, kasus tersebut bermula ketika HI mengajak RA jalan-jalan, Sabtu (19/9/2020). Hingga pukul 00:00 Wita. Hal itu membuat keluarga perempuan keberatan.

"Saat anak ini pulang, keluarganya ini sudah nunggu di depan rumah dan merasa emosi. Ketika hendak dimarahi, anak ini melarikan diri bersama anak laki-laki itu,” ulasnya.

Karena tidak terima dengan tindakan dua anak ini, keluarga memutuskan agar mereka dinikahkan. Sesuai adat yang berlaku di Lombok.

Mengetahui hal tersebut dari salah satu warga, petugas PPA Lombok Timur langsung ke lapangan untuk melakukan negosiasi bersama pihak keluarga perempuan. Agar kasus pernikahan tersebut urung dilakukan.

Namun hingga kini, negosiasi yang dilakukan pihak PPA bersama psikolog,  belum membuahkan hasil. Dimana proses tersebut terkendala adat Sasak.

Baca Juga:D2KBP3A Dampingi 17 Anak, Korban Kekerasan Seksual di Kabupaten Paser

Keluarga perempuan masih menunggu keluarga laki-laki membawa pisuke atau uang lamaran. Sebelum acara pernikahan dilakukan.

"Kan adat kita di Lombok ini masih kental, dan si ceweknya juga tidak mau pulang. Dia mau tetap ingin dinikahkan. Kalaupun bisa dipisahkan, keluarga si cewek minta sanksi denda," tuturnya.

Kasus pernikahan dini yang melibatkan Siswa SMP 5 Selong tersebut, merupakan kasus yang ke 11 yang ditangani pihak UPTD PPA Lombok Timur.

Padahal pihak sekolah bersama kelurahan setempat rutin melakukan sosialisasi tentang bahaya pernikahan dini.

Petugas PPA Lombok Timur masih terus berupaya melakukan negosiasi bersama RA. Agar bisa diajak pulang. Sehingga pernikahan itu tidak terjadi.

"Kami akan terus berupaya untuk menggagalkan pernikahan anak-anak ini. Kita masih optimis," tutup Pujiyuwana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini