- Prevalensi perkawinan anak di Sulawesi Selatan pada 2024 mencapai 8,09%, melebihi rata-rata nasional dan berdampak pada pendidikan serta kesehatan.
- Penurunan angka dispensasi kawin dikhawatirkan mendorong peningkatan praktik perkawinan siri yang tidak tercatat secara resmi.
- Data menunjukkan disparitas besar antara jumlah kehamilan anak dengan permohonan dispensasi nikah di berbagai kabupaten/kota Sulsel.
SuaraSulsel.id - Angka perkawinan anak di Sulawesi Selatan masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Meski menunjukkan tren fluktuatif, prevalensinya tetap berada di atas rata-rata nasional dan menyimpan dampak sosial yang luas.
Mulai dari putus sekolah, kemiskinan, hingga tingginya risiko kematian ibu dan anak.
Pemerintah mencatat, prevalensi perkawinan anak di Sulsel pada 2022 mencapai 9,33 persen. Angka itu sempat turun menjadi 7,48 persen, namun kembali naik menjadi 8,09 persen pada 2024.
Persentase tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di angka 5,90 persen.
Kepala Kantor Perwakilan UNICEF Wilayah Sulawesi dan Maluku, Henky Wijaya, menyebut Sulawesi Selatan kini berada di peringkat ke-11 nasional untuk angka perkawinan anak, dengan prevalensi 8,09 persen.
"Ini masih mengkhawatirkan, karena dampaknya sangat panjang dan lintas sektor," kata Henky dalam kegiatan pertukaran pengetahuan dan pembelajaran Berani II Sulsel yang digelar bersama YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa) Sulawesi, Kamis, 18 Desember 2025.
Meski demikian, Henky mengungkapkan adanya penurunan jumlah dispensasi kawin yang diajukan ke pengadilan agama di Sulsel.
Pada 2024 tercatat 903 kasus, sementara pada 2025 menurun menjadi 885 kasus.
Baca Juga: Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
Namun, penurunan dispensasi ini tidak serta-merta menjadi kabar baik.
Henky mengingatkan, pengetatan dispensasi justru berpotensi mendorong praktik perkawinan siri yang tidak tercatat secara hukum.
"Ketika dispensasi diperketat, perkawinan anak tidak otomatis hilang. Yang terjadi justru pergeseran ke perkawinan siri. Ini yang sedang kami koordinasikan dengan Kemenag dan pemerintah desa," jelasnya.
Menurut Henky, salah satu faktor utama pendorong perkawinan anak adalah putus sekolah.
UNICEF menilai, peluang anak yang sudah menikah di usia dini untuk kembali mengenyam pendidikan sangat kecil.
"Ini pertanyaan yang paling sulit kami jawab. Apakah anak yang sudah menikah masih punya harapan untuk sekolah? Sangat kecil," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
-
Kuota Pemasangan PLTS Atap 2026 Dibuka, Ini Ketentuan yang Harus Diketahui!
Terkini
-
Ini Daftar Daerah di Sulsel dengan Tingkat Kehamilan Anak Tertinggi
-
Kejaksaan Periksa Anak Buah Tito Karnavian: Dugaan Korupsi Bibit Nanas Rp60 Miliar
-
Ledakan Guncang Kafe di Makassar, Ini Dugaan Awal
-
Jeritan Ibu-Ibu Korban Banjir Minta Cangkul dan Sekop ke Jusuf Kalla
-
Stadion Untia Makassar Jadi Proyek Strategis Tahun 2026