- Prof. Nurhayati mengkritik pasifnya DPRD Sulsel dalam menyikapi lahan 16,4 hektare Tanjung Bunga yang kini menjadi pemukiman mewah.
- GMTD seharusnya mengembangkan wisata sejarah dan budaya sesuai mandat awal, bukan membangun hunian elit sejak era 1980-an.
- Pelanggaran utama meliputi penyimpangan konsep pariwisata dan termarginalisasinya masyarakat lokal di sekitar kawasan tersebut.
"GMTD sekarang sudah keluar dari perjanjian awal. Yang kita lihat hanya rumah-rumah mewah. Di mana pengembangan wisatanya?," ujarnya.
Ia pun mempertanyakan keberanian pemerintah mencabut izin GMTD yang dinilai tak lagi selaras dengan mandat pendiriannya.
"Sejak kapan wilayah pariwisata berubah menjadi wilayah perumahan mewah?" katanya.
Tak berhenti di situ, Nurhayati juga menyoroti hilangnya peran masyarakat lokal dalam proses pembangunan.
Kawasan yang seharusnya melibatkan dan meningkatkan kesejahteraan warga justru memarginalkan mereka. Pekerjaan sebagai nelayan yang dulu umum ditemukan di Tamalate, kini hilang akibat alih fungsi kawasan secara masif.
"Pertanyaan kedua, di mana community development-nya? Masyarakat makin termarginalkan. Siapa yang memberi izin hingga kawasan ini didesain jadi kota metropolitan? Ini semua harus ditelusuri,"tegasnya.
"Dilihat dari nama perusahaannya saja. Gowa Makassar Tourism Development, jelas harusnya membangun kawasan pariwisata, bukan kawasan elit," katanya lagi.
Menurutnya, terdapat dua pelanggaran besar dalam perjalanan GMTD. Pertama, hilangnya konsep pengembangan wisata. Kedua, tersisihnya masyarakat kecil dari ruang hidupnya sendiri.
Nurhayati meminta pemerintah menelusuri kembali bagaimana konsep awal pendirian GMTD bisa melenceng jauh.
Baca Juga: GMTD Diserang 'Serakahnomics', Kalla Ditantang Tunjukkan Bukti
Ia mengingatkan bahwa jika konsep pariwisata sejarah, budaya, dan bahari dijalankan dengan benar, bahkan digabungkan dengan sentuhan modern, maka seharusnya masyarakat lokal ikut merasakan peningkatan kualitas hidup.
"Tetapi kenyataannya masyarakat di sekitarnya tetap miskin. Coba lihat kesenjangan yang terjadi di Tanjung Bunga dan warga sekitarnya," katanya.
Karena itu, ia mendesak pemerintah dan DPRD tidak hanya menunggu gejolak besar untuk bertindak. Mereka harus segera mengambil langkah.
"DPRD jangan tutup mata. Ini bukan hanya soal sengketa lahan, tetapi juga soal sejarah, kesejahteraan masyarakat, dan komitmen pembangunan yang dikhianati," ujarnya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Pelajar SMA di Kota Makassar Tewas Kena Tembak
-
'Sudah Lama Saya Marah!', Profesor Unhas Bongkar Sejarah Lahan di Tanjung Bunga
-
Bank Mandiri Resmi Buka Livin Fest 2025 di Makassar, Sinergikan UMKM dan Industri Kreatif
-
GMTD Diserang 'Serakahnomics', Kalla Ditantang Tunjukkan Bukti
-
Dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Nanas di Sulsel, Kejati Kejar Dana Rp60 Miliar