- Mencabuli anak kandungnya sejak usia 7 tahun hingga menggaulinya secara berulang sampai umurnya 15 tahun
- Tersangka melakukan perbuatan bejat itu dalam keadaan mabuk kepada putrinya
- Pelaku harus dihukum berat
SuaraSulsel.id - Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan Prof Muhammad Muammar Bakry menekankan pelaku pelanggar norma agama dan hukum terkait kasus persetubuhan ayah kepada anak kandungnya harus mendapatkan saksi berat.
"Sebaiknya disanksi seberat-beratnya itu, ayah (pelaku) itu, sebaiknya bisa berlapis (pasalnya). Pertama, melakukan tindakan pemaksaan. Kedua, melakukan tindakan perzinahan," kata Muammar Bakry saat dikonfirmasi wartawan di Makassar, Selasa 7 Oktober 2025.
Hal tersebut menyusul kasus seorang pelaku inisial MA (38) di Kota Makassar tega mencabuli anak kandungnya sejak usia 7 tahun hingga menggaulinya secara berulang sampai umurnya 15 tahun.
Mirisnya, tersangka melakukan perbuatan bejat itu dalam keadaan mabuk kepada putrinya sampai hamil.
Ia menekankan, dari pendekatan keagamaan, semua agama menolak dan mengecam tindakan seperti itu.
Nilai-nilai agama yang anut, terutama agama Islam, sudah sangat jelas menggariskan tentang keharaman perbuatan tersebut,
"Apalagi ada usur pelecehan, pemaksaan sampai kepada pemerkosaan dan seterusnya. Karena itu sudah sangat jelas syar'i dalam ukuran keharaman itu," tuturnya.
Dengan kejadian itu, ini menjadi tantangan bagi umat beragama, apakah umat beragama ini menjadikan agama yang dianut sebagai pedoman hidup, atau malah sebaliknya.
Masalahnya, tidak semua penganut beragama mengamalkan agamanya secara normatif maupun aplikatif.
Mengenai status anak korban yang dirudapaksa ayah kandungnya apakah bisa dikawinkan, kata Muammar, ajaran Islam dalam fiqih tidak diperbolehkan kepada laki-laki yang tidak halal, apalagi punya hubungan darah.
"Jadi, anak itu adalah anak ibu, jadi tidak boleh dikaitkan (ayah kandung sebagai suami). Ia bukan (menjadi) istri, tetap sebagai anak. Tidak bisa dikawinkan," papar Rektor UI Makassar ini.
Baca Juga: Terbongkar! Donasi Fiktif di Jalan Raya Makassar: Raup Rp700 Ribu Per Hari
Bila menarik aturan di masa lalu persoalan seperti ini, lanjut dia, mendapat hukuman sangat berat bahkan diasingkan dalam keluarga tidak boleh dalam satu lingkungan maupun rumah.
"Kalau orang-orang itu dulu, juga dalam konsep fiqih ada. Orang seperti ini diasingkan, tidak boleh lagi tinggal di situ seharusnya. Jadi, tidak lagi ada di situ, lebih aman diasingkan keduanya, istilahnya dibuang begitu," katanya.
Kendati demikian, tidak bagus bila dikatakan mesti dihukum mati atas perbuatannya. Namun, karena di Indonesia ada undang-undang tersendiri mengatur tentang sanksinya.
"Jadi, harusnya kita merujuk kepada Undang-undang kita, hukuman bagi pemerkosa, kemudian pelecehan anak, dan kekerasan, tindakan kekerasan kepada anak. Jadi berlapis (pasal) dan juga lebih ke sanksi sosialnya," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 5 Oktober: Ada 20.000 Gems dan Pemain 110-113
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Kedua 6-12 Oktober 2025
- Jadwal dan Lokasi Penukaran Uang Baru di Kota Makassar Bulan Oktober 2025
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi vivo V60 Lite 4G vs vivo V60 Lite 5G, Kenali Apa Bedanya!
-
Dana Transfer Dipangkas, Gubernur Sumbar Minta Pusat Ambil Alih Gaji ASN Daerah Rp373 T!
-
Menkeu Purbaya 'Semprot' Bobby Nasution Cs Usai Protes TKD Dipotong: Perbaiki Dulu Kinerja Belanja!
-
Para Gubernur Tolak Mentah-mentah Rencana Pemotongan TKD Menkeu Purbaya
-
Daftar Harga HP Xiaomi Terbaru Oktober 2025: Flagship Mewah hingga Murah Meriah
Terkini
-
Ayah Bejat di Makassar Gauli Anak Hingga Hamil, MUI Geram: Tuntut Hukuman Seberat Mungkin!
-
Terungkap! Wanita di Bulukumba Seret Mayat ke Rumah Tetangga Demi Tutupi Hubungan Gelap
-
Ratusan Rumah di Kabupaten Gowa Hancur Diterjang Puting Beliung
-
Terbongkar! Donasi Fiktif di Jalan Raya Makassar: Raup Rp700 Ribu Per Hari
-
Aspirasi untuk Bakal Calon Rektor Unhas: 'Kampus Berdampak' hingga Kemandirian Finansial