Dengan DTSEN, pemerintah berharap bisa mengidentifikasi kondisi sosial ekonomi masyarakat secara lebih akurat dan dinamis.
Namun demikian, transisi ini membutuhkan perhatian ekstra, terutama dalam hal komunikasi kebijakan kepada publik dan verifikasi lapangan yang cermat.
Jika tidak, masyarakat rentan justru bisa menjadi korban dari kesalahan sistem atau kekeliruan dalam pemutakhiran data.
Ke depan, pemerintah daerah diharapkan lebih aktif dalam melakukan pendataan dan pengawalan terhadap masyarakat prasejahtera yang benar-benar membutuhkan bantuan.
Malik menyebutkan, perubahan ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk mengefisiensikan anggaran bantuan sosial dan memastikan bantuan benar-benar diberikan kepada masyarakat yang berhak.
"Data penerima bantuan harus akurat. Tidak boleh lagi ada warga yang sebetulnya mampu tapi masih menerima bantuan iuran. Pemerintah tidak ingin program ini disalahgunakan," tegasnya.
Meski bertujuan untuk meningkatkan ketepatan sasaran bantuan sosial, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran di lapangan.
Banyak warga yang merasa belum mampu secara ekonomi, tetapi mendapati status kepesertaan mereka dinonaktifkan.
Salah satunya dialami, Hidayat (40), warga kabupaten Takalar.
Baca Juga: Sekolah Rakyat Makassar: Ketika Anak Orang Kaya Ikut Berebut Pendidikan Gratis
Pria yang berprofesi sebagai tukang ojek itu mengaku sempat berobat ke Puskesmas Galesong, pekan lalu. Namun, saat dicek, BPJS miliknya sudah tidak lagi aktif.
"Katanya saya bukan lagi BPJS kelas III (PBI). Padahal saya hanya tukang ojek, istri jualan online," keluhnya.
Ia juga mengaku tidak tahu-menahu soal migrasi data dari DTKS ke DTSEN. Ia berharap ada penjelasan atau pendataan ulang dari pemerintah kelurahan agar dirinya bisa kembali terdaftar sebagai peserta BPJS gratis.
"Tidak mampu saya kalau harus bayar berobat. Tapi akan saya usahakan akan urus lagi ke kelurahan supaya saya dan anak dua bisa masuk," sebutnya.
Sejumlah pihak memang menilai migrasi data yang masif ini berpotensi menimbulkan celah dan menyebabkan warga miskin tercecer dari sistem jaminan sosial. Apalagi belum semua masyarakat paham dengan sistem baru dan proses pembaruan data sosial ekonomi.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing
Berita Terkait
Terpopuler
- Susunan Tim Pelatih Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Ditopang Para Legenda
- 7 Sunscreen yang Wudhu Friendly: Cocok untuk Muslimah Usia 30-an, Aman Dipakai Seharian
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
- 19 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 23 Oktober 2025: Pemain 110-113, Gems, dan Poin Rank Up Menanti
Pilihan
-
Harga Emas Sabtu 25 Oktober 2025: Antam Masih 'Hilang', UBS dan Galeri 24 Menguat
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
Terkini
-
Hamil Muda Jualan Skincare Ilegal, IRT di Kendari Terancam 12 Tahun Penjara
-
902 Siswa Disabilitas Dapat Bantuan Tabungan Pendidikan dari Gubernur Sulsel
-
387 Eks Penderita Kusta Makassar Terima Bantuan Pemprov Sulsel
-
PSM Makassar Usung 'Siri na Pacce' Lawan Persik Kediri: Misi Bangkit dari Keterpurukan!
-
5 Hari Tanpa Makan! Bertahan Hidup Bersama Ambulans Laut Hilang