Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 18 Mei 2025 | 14:23 WIB
Warga perumahan Pemda Manggala Kota Makassar berunjuk rasa menolak praktik mafia tanah, Minggu 18 Mei 2025 [Suara.com/Muhammad Yunus]

Dokumen Eigendom Verponding umumnya berupa lembaran tua berisi nomor, ukuran bidang tanah, lokasi, dan nama pemilik pada masa itu.

Namun dokumen ini bukan sertifikat hak milik seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat ini.

Apakah Eigendom Verponding Masih Berlaku?

Pertanyaan ini kerap muncul dalam berbagai kasus hukum yang menyangkut tanah. Jawaban sederhananya, tidak sepenuhnya berlaku.

Baca Juga: Negara ke Mana? Ribuan Warga Makassar Terancam Digusur Karena Dokumen Belanda

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.

Dalam Pasal 1 UUPA disebutkan bahwa hukum agraria kolonial, termasuk hukum tanah warisan Belanda, tidak lagi berlaku, dan seluruh aturan pertanahan harus tunduk pada hukum nasional Indonesia.

Lebih tegas lagi, Pasal 33 UUPA menyebutkan bahwa hak-hak lama seperti eigendom, harus dikonversi menjadi hak milik sesuai sistem pertanahan nasional, dalam jangka waktu tertentu.

Artinya, sejak tahun 1960, semua pemegang dokumen eigendom diberikan waktu selama 20 tahun (hingga tahun 1980) untuk mengurus konversi menjadi sertifikat resmi di bawah sistem BPN.

Jika tidak dikonversi, maka dokumen tersebut secara hukum tidak lagi memiliki kekuatan sebagai bukti kepemilikan tanah.

Baca Juga: Tanah Negara 52 Hektare Digugat, Pemprov Sulsel Tolak Putusan Pengadilan Tinggi Makassar

Namun dalam praktiknya, banyak dokumen eigendom lama yang belum dikonversi atau bahkan sengaja “diaktifkan kembali” oleh mafia tanah untuk menggugat tanah yang sudah dikuasai masyarakat atau negara.

Load More