SuaraSulsel.id - "Setia hingga terakhir di dalam keyakinan". Kata-kata ini tertulis indah di nisan Robert Wolter Monginsidi, di Taman Makam Pahlawan, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Tulisan itu berasal dari secarik kertas yang terselip di alkitab milik R.W. Monginsidi setelah dieksekusi mati pada tahun 1947 lalu. Merdeka tetap jadi keyakinannya.
Robert Wolter Monginsidi atau akrab dipanggil Bote adalah pemuda yang tangguh dan pemberani. Ia rela mati di usianya yang baru 24 tahun demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Bagaimana bentuk perjuangannya?
Baca Juga: Pahlawan Nasional Opu Daeng Risadju Akan Diabadikan Sebagai Nama Jalan di Kota Makassar
Monginsidi lahir di Pesisir Malalayang, Kota Manado, Sulawesi Utara, 14 Februari 1925 silam.
Malalayang dulunya merupakan desa kecil yang oleh warga sekitar dipercaya jadi tempat turunnya Tuhan bertemu secara spiritual dengan suku Bantik. Di tempat itu pula kini terbangun monumen pahlawan R.W. Monginsidi yang sangat dikeramatkan.
Di sinilah Monginsidi ditempa jadi seorang anak muda yang punya nyali pejuang dan pemberani.
Usai menamatkan pendidikan di sekolah dasar di desa itu, Monginsidi melanjutkan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Frater Don Bosco di Manado. MULO adalah sekolah menengah pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Setelah lulus dari Mulo, ia kemudian masuk ke dua sekolah sekaligus. Sekolah pertanian bentukan Jepang dan Sekolah Keguruan Bahasa Jepang di Tomohon pada tahun 1942.
Baca Juga: Sosok Pahlawan Nasional Soeharto, Ajudan Presiden Soekarno Dari Desa Tegalgondo
Monginsidi yang punya kemampuan berbahasa Jepang lalu mengabdikan diri mengajar. Dari Manado, Minahasa, Liwutung hingga Luwuk Banggai. Setelahnya, merantaulah ia ke Makassar, tak lama setelah Indonesia dinyatakan merdeka pada 17 Agustus 1945.
Namun, sesampainya di Makassar, Monginsidi kaget melihat kondisi daerah ini yang kacau balau. Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang baru saja digaungkan ternyata membuat perjuangan tidak lantas berakhir.
Di Ujung Pandang -- sekarang Makassar -- rakyat masih harus menghadapi Belanda yang tetap datang lagi usai kepergian Jepang. Mereka menghadapi Netherlands Indies Civil Administration alias NICA yang ingin kembali berkuasa di Indonesia.
Melihat kondisi yang ada, Monginsidi tak ingin tinggal diam. Jiwa juangnya yang terbentuk di ujung Celebes sana mendidih.
Pada 17 Juli 1946, Monginsidi bersama para pemuda pejuang lainnya mendirikan sebuah organisasi perjuangan yang diberi nama Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS). Organisasi terdiri dari 19 satuan perjuangan.
Dalam barisan LAPRIS, Monginsidi ditugaskan sebagai sekretaris jenderal yang sekaligus memimpin operasi. Meski masih belia, keberanian Monginsidi sudah teruji. Beberapa kali ia turut dalam peperangan melawan NICA yang bersenjatakan canggih.
Berita Terkait
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- Klub Impian Masa Kecil Jadi Faktor Jay Idzes Terima Pinangan Aston Villa
- Siapa Lionel de Troy? Calon Bintang Timnas Indonesia U-17, Junior Emil Audero
- 5 Rekomendasi Bedak Tahan Air dan Keringat Murah: Anti Luntur Sepanjang Hari
Pilihan
-
Bukan Patrick Kluivert, Ini Pelatih yang akan Gembleng Mauro Ziljstra dalam Waktu Dekat
-
Tewas di Usia Muda, Diogo Jota Baru Menikah 2 Minggu Lalu, Tinggalkan 3 Anak
-
Detik-detik Diogo Jota Tewas, Mobil Hilang Kendali Lalu Terbakar Hebat di Jalan
-
Siapa Diogo Jota? Penyerang Liverpool Baru Meninggal Dunia Sore Ini karena Kecelakaan Maut
-
Indonesia Borong Energi AS Senilai Rp251 Triliun Demi Hindari Tarif Tinggi
Terkini
-
Fadli Zon Ungkap Fakta Mengejutkan Keris Sulawesi Selatan
-
5 Rumah Adat Sulawesi Selatan: Dari Tongkonan Mendunia Hingga Langkanae Penuh Filosofi
-
Gubernur Sulsel Surati Prabowo, Minta Evaluasi Tambang Emas Raksasa di Luwu
-
Polisi Sebut Korban Tewas di Bulukumba Perakit Bom
-
SPMB Jalur Calo? Dinas Pendidikan Makassar Beri Jawaban Tegas