Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 21 Februari 2024 | 11:18 WIB
Santri di Pondok Pesantren Tahfizhul Qur'an Al Imam Ashim, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, jadi korban penganiayaan [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Seorang santri di Kota Makassar, Sulawesi Selatan jadi korban penganiayaan oleh seniornya. Korban tewas setelah koma lima hari di Rumah Sakit Grestelina.

Kasus penganiayaan ini diketahui terjadi pada Kamis, 15 Februari 2024 sekitar pukul 10.00 wita di pondok pesantren Tahfizhul Qur'an Al-Imam Ashim. Dari keterangan sejumlah saksi di lokasi kejadian, korban berinisial AN (14) dipukuli oleh pelaku di ruang perpustakaan.

Rizaldi, paman korban menyebut ponakannya dihajar hingga babak belur di bagian kepala hingga tak sadarkan diri. Hal ini mengingatkan dia kepada sosok Mario Dandy, anak Rafael Alun yang kini dipenjara lantaran pernah menganiaya David Ozora hingga koma.

"Ini mirip kasusnya Mario Dandy. Korbannya dianiaya sampai koma. Kami sempat berharap Fian (korban) sembuh seperti David, tapi ternyata tidak bisa bertahan," ujar Rizaldi, Rabu, 21 Februari 2024.

Baca Juga: Penganiaya Santri Hingga Meninggal di Makassar Ternyata Anak Polisi

Keluarga korban mengaku sudah menunjuk pengacara untuk mengawal kasus ini. Awalnya, keluarga pelaku meminta agar kasus ini bisa diselesaikan dengan jalur mediasi, tapi menurut Rizaldi, pihaknya ingin proses hukum harus tetap berjalan.

"Kami keluarga korban sepakat untuk tetap menempuh jalur hukum," ucapnya.

Keluarga korban juga bermaksud untuk melaporkan pihak pesantren ke polisi. Menurut Rizaldi, pihak pesantren Tahfizhul Qur'an Al-Imam Ashim diduga lalai dan tidak melakukan pengawasan terhadap santri sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Kami juga rencana laporkan pesantren karena dugaan kelalaian. Ini kan terjadi di dalam lingkup sekolah, jangan sampai ada anak lain yang mengalami hal sama nantinya," tegasnya.

Bercita-cita Jadi Penghafal Qur'an

Baca Juga: Santri di Kota Makassar Dianiaya Teman Hingga Meninggal Dunia

Rizaldi mengenang korban sebagai sosok yang periang dan suka bercanda. Ia mengaku paling dekat dengan keponakannya itu bahkan sering menghabiskan waktu untuk berlibur bersama.

"Dari semua keponakan saya, dia yang paling sabar, tapi periang dan suka bikin ketawa. Itulah kenapa kami terpukul sekali," ujarnya.

Ia mengatakan AN bercita-cita untuk jadi seorang penghafal Qur'an. Di saat berlibur pun korban selalu menghafal beberapa juz.

"Minggu depan itu dia ulang tahun ke 15 sekaligus wisuda untuk 10 juz hafalan. Dia memang mau sekali jadi tahfidz, bahkan kita berlibur saja dia hafalan dan dilaporkan ke mamanya," ucapnya.

Rizaldi juga mengaku tidak tahu seperti apa keseharian korban di pesantren. Akan tetapi sebelum kejadian, korban menelpon dan mengatakan mau pulang ke rumah.

"Sebelum meninggal dia hanya bilang mau pulang ke rumah. Mamanya bilang nanti bulan Maret saja saat bulan puasa. Ternyata dia kasih isyarat mau pulang selamanya," ungkapnya.

Sebelumnya diketahui seorang santri berinisial AN jadi korban penganiayaan seniornya, AAN (15). Polisi mengungkap motif kasus ini hanya karena masalah sepele.

Pelaku tidak terima diganggu oleh korban saat sedang di ruang perpustakaan. Ia pun menganiaya korban hingga koma.

"Pelaku merasa tersinggung kemudian melakukan penganiayaan. Karena ketika duduk di jendela di perpustakaan, di ketok-ketok. Ditanya kenapa kamu ketok-ketok? Korban hanya senyum lalu dipukul," kata Kasatreskrim Polres Makassar, Kompol Devi Sujana.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More