Pimpinan negara perlu memahami hukum tata negara agar tidak salah mengambil kebijakan negara yang berbeda dengan kebijakan pemerintahan, sebab kalau tidak maka hal inilah yang membuat arahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia sulit terwujud.
Kepemerintahan saya pahami sebagai sesuatu yang kompleks, karena ia melibatkan interaksi dari banyak komponen, interaksi dari banyak komponen itu memunculkan ciri volatilitas, ketidakpastian, dan ambiguitas. Kompleksitas adalah bagian dari VUCA (volatility, uncurtainty, complexity, ambiguity) yang tengah melanda dunia.
Dunia telah mengalami disrupsi akibat revolus industri 4.0, dampak pandemik Covid-19, perubahan iklim, konflik global, dan berbagai situasi turbulensi pada bidang ekonomi dan sosial. Kita tentu sepakat bahwa kita harus mampu merespons perubahan yang cepat dan dipercepat ini, yang bisa membuat kita gamang menghadapinya bila tidak benar-benar siap. Untuk itu, peranan hukum tata negara yang adaptif dengan kearifan lokal semakin penting dikuasai oleh penyelenggara negara.
Hadirin yang saya muliakan,
Baca Juga: Banyak Dapat Ilmu di Warung Kopi, Syahrul Yasin Limpo: Saya Profesor Lapangan
Saya ingin memulai pidato ini dengan meneropong hukum tata negara dalam kaitannya dengan praktek kepemerintahan. Secara ontologis, perkembangan pemikiran hukum tata negara di Indonesia adalah warisan hukum Eropa Kontinental yang berkembang sejak zaman kolonial Belanda.
Secara epistemologis, hukum tata negara ini mengikuti tradisi paradigma positivisme, yang merupakan main-stream di tanah asalnya. Sebagaimana karakteristik paradigma positivistik, ia selalu memandang sesuatu sebagai hasil dari positivisasi. Hukum dipandang sebagai tumpukan dari norma-norma yang telah dirundingkan oleh warga masyarakat, sebagai sistem aturan yang bersifat otonom dan netral.
Perkembangan ilmu hukum semacam ini mendapat dukungan kuat dari kaum academic jurists, pada komunitas inilah tumbuh kewenangan akademik dan profesional dalam menginterpretasi hukum. Arah selanjutnya, komunitas ini mendorong tatanan hukum yang kukuh lan rasional.
Inilah obsesi paradigma positivisme. Paradigma ini berusaha terus memapankan bangunan hukum menjadi lebih rasional dan logis. Namun demikian, dominasi pemikiran hukum tata negara positivistik ini telah mendapat tantangan dari pemikiran yang menempatkan studi hukum tata negara pada konteks yang lebih luas dan dinamis, tidak pada perundang-undangan semata-mata.
Dengan kata lain, hukum tata negara harus semakin memiliki keselarasan dengan logika sosial, politik dan budaya masyarakat. Akan tetapi, pemikiran hukum berbasis struktur sosial dan budaya masyarakat ini, masih tetap merupakan suara pinggiran.
Baca Juga: Ketua Dewan Profesor Unhas: Syahrul Yasin Limpo Tidak Dapat Gelar Profesor Kehormatan
Saya berpendapat, gambaran hukum tata negara selama ini kurang cukup untuk menjelaskan situasi hukum di Indonesia. Kita membutuhkan teori hukum yang disamping bisa memberikan outline hukum di Indonesia, juga dapat menjelaskan keadaan hukum dalam masyarakat secara seksama dan proporsional. Karena saya berkeyakinan, hukum nasional kita sesungguhnya bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa.
Berita Terkait
-
Usai Kasasi Ditolak MA, KPK Segera Eksekusi SYL
-
Jadi Tersangka KPK, Eks Pejabat Kemenag Wisnu Haryana Ngaku Dicecar Penyidik soal Aliran Duit SYL
-
Kasasi Ditolak MA, SYL Tetap Divonis 12 Tahun Penjara
-
Beda Aliran Uang Hana Hanifah dan Nayunda Nabila dari Pejabat, Bak Bumi dan Langit
-
Berdalih Pengajian untuk Mangkir Panggilan Polisi, Firli Bahuri Disebut Hina Polri dan Pakai Alasan Tak Masuk Akal
Tag
Terpopuler
- Dukung Penyidik Tahan Nikita Mirzani, Pakar Justru Heran dengan Dokter Reza Gladys: Kok Bisa...
- Full Ngakak, Bio One Komentari Pengangkatan Ifan Seventeen Jadi Dirut PT Produksi Film Negara
- Ifan Seventeen Tiba-Tiba Jadi Dirut PFN, Pandji Pragiwaksono Respons dengan Dua Kata Menohok
- 3 Alasan yang Bikin Ustaz Derry Sulaiman Yakin Denny Sumargo, Hotman Paris dan Willie Salim Bakal Mualaf
- Hotman Paris Skakmat Fidaus Oiwobo, Ketahuan Bohong Soal Keturunan Sultan Bima
Pilihan
-
Saham BJBR Anjlok, Aksi Jual Marak Usai Dirut dan Corsec Terjerat Korupsi Dana Iklan Bank BJB
-
Owner Wong Solo Grup Laporkan Pengusaha Asal Bekasi dalam Kasus Penipuan Investasi
-
Sosok Widi Hartoto Corsec Bank BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan, Punya Harta Miliaran Rupiah
-
Kembali Difitnah Soal Kirim Utusan ke PDIP, Jokowi: Diam dan Senyumin Aja
-
Driver Ojol Dapat 'Tunjangan Hari Raya (THR)' 2025, Ini Kriteria dan Syaratnya
Terkini
-
Uang Damai Rp10 Juta Kasus Pencabulan Anak: Keluarga Korban Tolak, Kanit PPA Polrestabes Makassar Terancam Sanksi
-
28 Tahun Mengabdi, Kini Gigit Jari: Kisah Pilu PPPK Makassar yang Pengangkatannya Ditunda Setahun
-
Kasat Narkoba Polres Bone Dicopot! Diduga Minta "Uang Damai" Rp80 Juta, Chat Viral Jadi Bukti
-
Agus Harimurti Yudhoyono Evaluasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kota Makassar
-
Geram! Kanit PPA Polrestabes Makassar Diduga Minta Korban Kekerasan Seksual Damai Dengan Uang Rp10 Juta