Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Sabtu, 18 Desember 2021 | 09:32 WIB
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar masuk dalam kampus menggunakan sepeda motor [SuaraSulsel.id/Muhammad Aidil]

Sepanjang tahun 2015 hingga 2020, Komnas Perempuan menerima 27 persen aduan terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan penganduan yang terjadi di lembaga pendidikan.

Data ini juga diperkuat dengan temuan survei dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Ristek pada tahun 2019. Dimana kampus menempati urutan ketiga sebagai lokasi terjadinya tindak kekerasan seksual dengan jumlah 15 persen, transportasi umum 19 persen dan jalanan 33 persen.

Mencermati maraknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, kata dia, pimpinan kampus wajib menindaklanjuti aturan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 mengenai PPKS dengan membentuk unit pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Unit tersebut bertugas untuk memberikan sosialisasi tentang kekerasan seksual sebagai bentuk pencegahan.

Khusus untuk penanganan kasus, perguruan tinggi dapat membuka pengaduan dan melakukan pendampingan terhadap korban. Agar unit yang telah dibentuk tersebut berjalan dengan efektif, sebaiknya pimpinan perguruan tinggi membuat kebijakan sebagai bentuk tindak lanjut Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi.

Baca Juga: Tak Masuk Paripurna, Ketua Panja RUU TPKS: Kami akan Berjuang Terus

"Komnas Perempuan mendorong agar perguruan tinggi mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan Permen PPKS dengan mengikuti langkah-langkah yang sudah diatur oleh Permendikbud PPKS," katanya.

Plt Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan Komisaris Besar Polisi Ade Indrawan menuturkan Polri akan menindak tegas setiap tindak pidana kasus kekerasan seksual yang terjadi. Termasuk yang tempat kejadian perkaranya (TKP) berada di lingkungan perguruan tinggi.

Penyidik yang menangani kasus akan bekerja secara maksimal dalam penyelidikan. Untuk mencari alat bukti. Sehingga membuat terang suatu perbuatan pidana.

"Apabila terjadi agar jangan pernah ragu untuk melaporkan ke pihak kepolisian agar polri dapat memproses tuntas kasus tersebut," tutur Ade.

Kampus UIN Alauddin di Samata, Kabupaten Gowa / Foto Suara.com: Muhammad Aidil

Langkah Tegas UIN Alauddin Makassar

Baca Juga: Tersangka Kasus Pencabulan, Praperadilan Putra Kiai di Jombang Ditolak

Wakil Rektor III Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan, Darussalam mengungkapkan, kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di lingkungan kampus dan sempat menjadi sorotan publik telah lama diselesaikan pimpinan kampus.

Antara lain adalah kasus kekerasan seksual yang pernah dilakukan oleh oknum Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Dosen Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar terhadap mahasiswanya pada tahun 2018.

Oknum CPNS Dosen yang diketahui berinisial AAE tersebut telah menjalani hukuman penjara selama dua tahun. Selain itu, AAE juga dinyatakan tidak lolos pra jabatan. Tetapi hingga kini, pimpinan kampus masih menunggu Surat Keputusan (SK) dari Menteri Agama yang berhak untuk memutuskan status pelaku, apakah akan dipecat atau tidak.

"Sudah wilayahnya kementerian, karena laporannya kan sudah di Jakarta. Jadi tidak pernah lagi ceklok dan sebagainya. Jadi kita nunggu bagaimana dia punya status," ungkap Darussalam.

Untuk kasus kekerasan seksual berupa pemasangan kamera GoPro yang terjadi di toilet wanita Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar pada tahun 2019 yang sempat heboh diperbincangkan para mahasiswa juga diklaim sudah ditangani oleh pimpinan kampus.

Pelaku adalah seorang mahasiswa berinisial AA. Mhasiswa itu diberi sanksi Drop Out dari dalam kampus dan menjalani hukuman penjara.

Load More