Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Sabtu, 18 Desember 2021 | 09:32 WIB
Mahasiswa UIN Alauddin Makassar masuk dalam kampus menggunakan sepeda motor [SuaraSulsel.id/Muhammad Aidil]

"Yang pasang kamera itu sudah selesai. Menghadap orang tuanya karena sudah ditangani kepolisian dan sudah mengaku, sudah lama sekali itu selesai yang di Fakultas Syariah. Yang bersangkutan sudah keluar dari Fakultas Syariah, sudah dua tahun lalu itu selesai ya. Jangan bilang sekarang," tegas Darussalam.

Sedangkan, kasus kekerasan seksual dengan aksi teror alat kelamin melalui panggilan video menggunakan aplikasi WhatsApp yang menimpah sejumlah mahasiswi yang tengah menuntut ilmu UIN Alauddin Makassar juga telah diselesaikan pimpinan kampus. Kasus ini dilaporkan terjadi pada Jumat 18 September 2020.

Belakangan diketahui bahwa pelaku yang melakukan aksi teror alat kelamin melalui panggilan video menggunakan aplikasi WhatsApp tersebut merupakan mahasiswa UIN Alaudddin Makassar yang sudah Drop Out atau DO dari dalam kampus berinisial KMA. Dia ditangkap polisi pada Selasa 6 Oktober 2020.

Darussalam menjelaskan UIN Alauddin Makassar sudah memiliki Surat Keputusan (SK) untuk mengikuti aturan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di perguruan tinggi.

Baca Juga: Tak Masuk Paripurna, Ketua Panja RUU TPKS: Kami akan Berjuang Terus

Sehingga, terbentuklah Unit Layanan Terpadu (ULT) beserta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.

"Kalau soal SK kan sudah ada yang keluar dari rektorat. Untuk pembentukan ULT dan SOP itu. Iya, akan diterapkan tapi kita ada sendiri. Jadi ada dua itu Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 dengan SK Dirjen Dikti, Pendidikan Tinggi Islam. Itu yang dijabarkan maka lahirlah yang disebut SOP dan sudah di ULT itu," jelas Darussalam.

Ketua Unit Layanan Terpadu UIN Alauddin Makassar, Rosmini Amin mengemukakan dalam konteks pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, pimpinan kampus telah menyediakan Unit Layanan Terpadu (ULT). Lembaga ini dibentuk khusus untuk berkonsentrasi pada Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan UIN Alauddin Makassar.

Pada lembaga ini, kata Rosmini, ada tiga devisi. Masing-masing adalah devisi pencegahan yang dikawal oleh delapan Wakil Ddekan 3. Kemudian ada devisi pendampingan hukum yang dikawal oleh sejumlah dosen yang tergabung dalam LKBH Fakultas Syariah dan Hukum.

Ada juga devisi pemulihan korban yang melibatkan personil dua lembaga konseling yang ada di UIN Alauddin Makassar, yaitu Unit Konseling Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Serta Laboratorium Konseling Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

Baca Juga: Tersangka Kasus Pencabulan, Praperadilan Putra Kiai di Jombang Ditolak

"Akan memproses hal ini jika kasus ini terlaporkan secara resmi, dengan prosedur dan mekanisme yang ada," kata Rosmini.

Rosmini tidak menampik terkait adanya sejumlah kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi di UIN Alauddin Makassar. Menurut dia, kejadian itu sangat memprihatinkan dan sangat miris mendengar kejadian serupa berulang kejadiannya. Terlebih lagi, lokasi terjadinya kasus itu berada tidak jauh dari UIN Alauddin Makassar.

"Dan ternyata korbannya adalah mahasiswi UIN. Boleh jadi, kejadian seperti ini korbannya bukan saja mahasiswi UIN, tapi masyarakat di luar warga UIN banyak juga yang menjadi korban perilaku menyimpang ini. Mungkin di wilayah sekitar UIN ataukah di wilayah lain," ucap Rosmini.

Dalam interaksi sosial masyarakat, kata dia, tidak dapat dipungkiri akan adanya orang-orang tertentu yang memiliki perilaku menyimpang. Terutama dalam hal kecenderungan dan dalam perilaku seksual. Karena itu, hal ini tidak dapat menjadi alasan untuk tidak persoalkan.

Penyebabnya, karena perilaku mempertontonkan atau memperlihatkan alat kelamin yang bukan pada tempatnya cukup meresahkan masyarakat. Apalagi, dapat menimbulkan efek traumatis yang berkepanjangan kepada korban.

"Perilaku seksual yang menyimpang seperti ini, termasuk tindak pidana kekerasan seksual dan akan tetap dipersoalkan secara hukum dan etik berdasarkan SOP KPKE, meskipun pelakunya berdalih karena penyakit yang dialaminya," tegas Rosmini.

Load More