Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 21 Oktober 2021 | 14:49 WIB
Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur Pemprov Sulsel kembali dilanjutkan di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 21 Oktober 2021. JPU menghadirkan satu saksi dari pegawai Badan Pertanahan Negara [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Masjid milik terdakwa Nurdin Abdullah di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, dipermasalahkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Komisi antirasuah terus menggali aliran dana dari perusahaan plat merah dan pengusaha untuk pembangunan masjid tersebut.

Masjid seluas 800 meter persegi yang dibangun di atas lahan milik Nurdin Abdullah itu sempat dibuatkan rekening pembangunan oleh panitia. Anggotanya adalah masyarakat sekitar lokasi yang ditunjuk Nurdin Abdullah.

Kuasa Hukum Nurdin Abdullah Irwan Irawan mengatakan masjid itu dibangun untuk masyarakat di kawasan Kebun Raya Pucak, Kecamatan Tompobulu, Maros. Nurdin Abdullah akan mewakafkan masjid itu ke masyarakat sekitar.

Baca Juga: JPU Sebut Nurdin Abdullah Gunakan Uang Suap untuk Amal hingga Beli Jetski

Irwan juga menjelaskan soal fatwa MUI tahun 2014. Dalam fatwa itu, kata Irwan, dijelaskan bahwa masjid sudah bisa dikatakan wakaf jika berdiri di atas lahan seseorang, meski tanpa prosedur administrasi dari yang bersangkutan.

"Tanah itu sudah diwakafkan pada pengurus masjid. Kalau di atas tanah tersebut sudah dibangun masjid, itu sudah tanah wakaf. Itu fatwa MUI," ujar Irwan, Kamis, 21 Oktober 2021.

Lagian, kata Irwan, uang sumbangan dari kontraktor untuk menyumbang pembangunan masjid juga bukan ke rekening Nurdin Abdullah. Melainkan ke rekening panitia pembangunan masjid.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum KPK menghadirkan Aswad Irwan, pegawai dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada sidang dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel, Kamis, 21 Oktober 2021. Aswad diketahui sempat mengukur lahan masjid tersebut.

JPU KPK Siswandono mengatakan, pihaknya ingin mengetahui soal batasan masjid milik Nurdin Abdullah. Apalagi pemilik lahan yang dibeli Nurdin Abdullah tidak hanya dari satu orang.

Baca Juga: Eks Kepala Bank Mandiri Bakar Buku Rekening Usai OTT Nurdin Abdullah

"Kami ingin mengetahui bagaimana sih posisi masjid di lahan ini. Ini nanti terkait dengan amar tuntutan yang akan kami bacakan pada pembacaan tuntutan," ujar Siswandono.

Ia mengaku JPU tak masalah soal sanggahan dari penasehat hukum soal fatwa MUI. Fatwa itu juga hanya dibacakan, tidak diperlihatkan.

"Gak apa-apa. Bacanya juga baru separuh, setengah-setengah. Yang jelas posisi masjid ada hubungannya dengan tuntutan yang akan kami bacakan," tukasnya.

Tanggapan MUI Sulsel Soal Fatwa Masjid

Sekretaris Umum MUI Sulsel Muammar Bakry mengatakan hingga saat ini MUI belum mengeluarkan fatwa soal wakaf tanah. Ia menegaskan belum ada fatwa yang menyatakan masjid yang dibangun di atas tanah sudah otomatis dikatakan wakaf.

"Sejauh ini belum pernah ada dikeluarkan (aturan) yang berkaitan nomor tertentu terkait posisi masjid di atas tanah. Belum pernah ada. Jadi kalau dikatakan secara otomatis, maka salah," ujar Muammar.

Adapun berkaitan wakaf, kata dia perlu administrasi dan bukti. Kewenangannya ada di pemilik sertifikat.

Menurut Muammar, buktinya adalah serah terima dan keterangan secara tertulis sebagai bukti bahwa tanah itu sudah diwakafkan.

"Kalau itu belum ada berarti tidak bisa disebut wakaf. Kalau hanya baru niat, itu belum ukuran," tegasnya.

Foto masjid yang dibangun Nurdin Abdullah di Dusun Arra, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

Diduga untuk Kepentingan Terdakwa Nurdin Abdullah

Pemilik lahan dan panitia pembangunan masjid milik Nurdin Abdullah sendiri sudah dimintai keterangan di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, beberapa waktu lalu.

Jaksa Penuntut Umum KPK Ronald Worotikan mengaku pembangunan masjid itu menguntungkan Nurdin Abdullah, karena berdiri di atas lahan pribadi milik Nurdin Abdullah.

"Semua saksi membenarkan mereka menjual tanah itu ke Nurdin Abdullah tahun 2020. Yang kami kejar kan alas haknya. Kami menyimpulkan yang mendapatkan benefit dari pembangunan masjid ini adalah terdakwa pak Nurdin," ujar Ronal.

Ia mengaku aliran dana pembangunan masjid ini masuk dalam dakwaan. Selain dana CSR Bank Sulselbar, juga ada dari beberapa pengusaha.

JPU KPK juga menaruh perhatian terhadap pencairan dana CSR oleh Bank Sulselbar. Pencairannya disebut tak sesuai prosedur.

Ronald menjelaskan jika CSR, maka harusnya diserahkan ke Pemda. Bukan ke pribadi.

Apalagi hingga kini masjid itu tidak dihibahkan. Begitupun dengan pencairannya yang cukup singkat. Hanya menyetor proposal bisa langsung cair.

"Kalau CSR kenapa bukan ke Pemda. Kan pemberiannya harus di atas tanah negara dong bukan di atas tanah pribadi. Kalau begitu saya juga mau kalau dibantu BPD untuk tanah saya, tapi kan gak bisa," ungkap Ronald.

"Dakwaan kami, terdakwa memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur untuk meminta CSR. Pencairannya juga terkesan gampang," lanjutnya.

Ia mengaku uang yang terkumpul oleh panitia masjid Rp1,1 miliar. Sementara yang sudah terpakai Rp900 juta lebih.

Sumber dana pembangunan masjid juga ada dari rekening Sulsel Peduli Bencana di Bank Mandiri. KPK sedang menelusuri.

Jaksa Penuntut Umum KPK Asri Irwan mengatakan ada dugaan rekening itu dibuka untuk menampung uang gratifikasi. Dari hasil keterangan salah satu saksi atas nama Ardi, saldo rekening itu ada Rp2 miliar.

"Di logika kami kalau untuk bencana pasti saldonya habis. Apalagi ini untuk bencana Palu sejak 2018," ujar Asri, Kamis, 14 Oktober 2021.

Namun anggaran yang harusnya digunakan untuk bencana itu mengendap di rekening kas. Padahal bisa juga disalurkan pada bencana di Sulbar lalu.

"Mestinya kalau untuk bencana kan disalurkan pada (bencana) Sulbar lalu. Intinya kan harusnya dihabiskan," bebernya.

Parahnya lagi, kata Asri, uang itu dialihkan ke rekening pembangunan masjid pribadi milik Nurdin Abdullah di Maros.

"Parahnya lagi saldo di rekening bencana dialihkan ke pembangunan masjid. Jadi kami akan analisa soal rekening ini," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Cabang Bank Mandiri Panakkukang Muh Ardi mengaku pernah diminta untuk mentransfer uang Rp300 juta. Uang itu dialihkan dari rekening Sulsel Peduli Bencana ke rekening Bank Sulselbar atas nama Pembangunan Masjid Kebun Raya.

Saat itu, Ardi dihubungi oleh Syamsul Bahri, ajudan Nurdin. Syamsul memerintahkan Ardi mengirim uang ke rekening pembangunan masjid itu.

"Saya bilang nominalnya berapa dan nomor rekening tujuannya. Jadi saya difotokan. Dia minta Rp300 juta," kata Ardi.

Ardi mengaku sempat mengonfirmasi hal itu ke Nurdin Abdullah. Karena spesimen tandatangan di rekening itu atas nama Nurdin.

"Pak Nurdin bilang OK. Yang saya ingat nama rekeningnya pembangunan masjid kebun raya," ujar Ardi.

Ia mengatakan rekening Sulsel Peduli Bencana di Bank Mandiri tersebut dibuka sejak tahun 2018. Saat itu Nurdin memintanya membuka rekening baru.

"Tahun 2018 itu saya dipanggil. Dia (Nurdin) bilang mau buka rekening untuk sumbangan. Dibuka untuk sumbangan tsunami di Palu saat itu," ucap Ardi.

Ardi mengaku pembukaan rekening saat itu hanya berlandaskan surat dengan kop Pemerintah provinsi Sulsel dan ditandatangani oleh Gubernur. Isinya permohonan pembukaan rekening.

"Transaksi hanya boleh dilakukan oleh pak Nurdin karena dia yang tandatangan," kata Ardi.

Ardi mengaku rekening itu masih ada saldonya Rp1,7 miliar. Sebelumnya Rp2 miliar, namun sudah ditransfer Rp300 juta ke rekening Sulselbar untuk pembangunan masjid di Maros.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More