Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 15 Oktober 2021 | 07:27 WIB
Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel kembali digelar dengan menghadirkan enam orang saksi fakta di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 14 Oktober 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Terdakwa Nurdin Abdullah membantah semua keterangan saksi pada sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Pemprov Sulsel. Ia mengaku keterangan para saksi itu mengarang.

Pertama, mantan Bupati Bantaeng itu menanggapi kesaksian Salman, mantan ajudannya. Ia mengaku tidak pernah melihat uang Rp800 juta yang ditukar Salman dengan uang baru di Bank Mandiri Panakkukang.

"Saya kira kalau pak Salman jujur menjelaskan ini pasti akan terbuka dalam persidangan. Saya tidak pernah lihat wujudnya itu uang. Mereka semua yang membagi-bagikan, mengamplopkan," ujar Nurdin Abdullah secara virtual di ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 14 Oktober 2021.

Nurdin Abdullah mengaku setiap akhir tahun, ia memang meminta ajudannya, Syamsul mencatat nama pekerja di rumah jabatan. Mulai dari ajudan, tukang kebun, sopir, hingga tukang masak.

Baca Juga: Dari Kesaksian Ardi, JPU Tambah Yakin Nurdin Abdullah Terima Suap dan Gratifikasi

"Rp800 juta itu diamplop-amplopkan dan dibagikan ke semua, kan. Udah ingat, Sul? yang dibagi-bagi di rumah jabatan, ada nama-namanya yang disodorkan ke saya," tanya Nurdin ke Syamsul kemudian.

Syamsul menjawab saat itu ia sedang cuti karena menjalani isolasi mandiri. Sehingga ia tidak tahu soal uang yang dibagi itu. Namun, kata Syamsul pernah ada transferan sebesar Rp5 juta dari staf Nurdin Abdullah bernama Rayson pada waktu yang bersamaan.

Nurdin Abdullah kemudian membantah pernyataan Syamsul. Ia bilang ada Syamsul saat itu. Nurdin Abdullah juga tidak pernah memerintahkan Salman untuk mengurus penukaran uang itu. Ia hanya disodorkan nama.

"Jadi saya kira yang penting Syamsul harus jelasin pada sidang yang terhormat ini bahwa itu bukan untuk kepentingan pribadi saya. Itu uang kita bagikan ke semua. Semua dapat," ucap Nurdin Abdullah.

Nurdin Abdullah juga membantah keterangan Syamsul soal pemberian uang 200 ribu dollar Singapura dari Haji Momo. Kata Nurdin, ia tak pernah menerima uang itu.

Baca Juga: Hakim Perintahkan KPK Kejar Uang Suap Rp2,8 Miliar, Disebut Terdakwa Untuk BPK Sulsel

"Saya kan mengeluh itu hari di kantor. Momo ini kok libatkan keluarga, ingat gak?. Tolong tegur Momo, jangan lakukan hal-hal seperti itu, bisa merusak kami. Ingat gak?. Jadi saya minta pak Syamsul untuk tegur. Biasalah kontraktor selalu mencari momen untuk mendekati," kata Nurdin Abdullah.

Bantahan Nurdin lainnya soal ATM oleh Kepala Pimpinan Cabang Bank Mandiri, Ardi yang dititip ke Syamsul. Nurdin mengaku tak pernah menerima Kartru ATM, apalagi Kartru ATM itu atas nama orang lain.

"Ingat baik-baik, Sul. Saya tidak pernah terima ATM, saya tidak tahu ATM apa. Kecuali kartu kredit mungkin. Tapi ATM tidak mungkin saya terima apalagi atas nama orang lain. Kecuali ATM nama saya," tegasnya.

Kemudian, Nurdin Abdulah beralih ke keterangan Ardi. Ia mengaku pembayaran dua unit jet ski bukan dari uang gratifikasi, tetapi uang pribadi.

"Ini juga buat pak Ardi. Saya kira buat transfer ke Eric Horas dan Irham Samad itu atas nama pribadi saya, bapak. Nanti bisa dicek," kata Nurdin Abdullah.

Nurdin kemudian lebih banyak membantah pernyataan saksi Sari Pudjiastuti, mantan Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel. Nurdin meminta Sari jujur.

Kata Nurdin, ia sudah memberi kepercayaan penuh ke Sari. Ia kerap memanggil Sari karena ada masalah. Bukan untuk mengatur proyek.

"Saya kira Syamsul ingat, saya pernah minta telepon bu Sari segera pulang lagi di Labuang Baji. Karena apa, gak usah saya ungkap di sini apa yang terjadi. Kita tidak usah saling buka-bukaanlah," ungkap Nurdin Abdullah.

Ia mengaku tak mengenal kontraktor apalagi mau mengintervensi proyek. Ia juga keberatan jika disebut meminta-minta biaya operasional.

"Itu bukan karakter saya yang mulia. Saya gak pernah, gak tahu sama sekali. Saya gak pernah menyuruh juga, gak pernah. Jadi saya kira sangat keliru," ucap Nurdin.

Nurdin menjelaskan Sari memang pernah ke rumah jabatan membawa uang yang ditukar ke pecahan baru tersebut. Tapi Nurdin menolak.

"Saya bilang jangan bawa ke sini, nanti koordinasi sama Syamsul. Jadi saya keberatan apalagi disebut mengintervensi dan mengatur proyek. Saya tahu aturan," ucap Nurdin.

Hakim Ketua Ibrahim Palino kemudian meminta tanggapan Nurdin Abdullah soal keterangan Syamsul terhadap uang dolar dari kontraktor bernama Haji Momo. Uang itu diserahkan langsung oleh Syamsul ke Nurdin Abdullah di rumah jabatan.

"Pak Syamsul lapor di kantor uang itu disimpan di kamar. Saya kira agak keliru Syamsul yang mulia, mungkin dia lupa. Saya pas di kantor, ia lapor bahwa saya sudah simpan di kamar uang yang dari Momo," tutur Nurdin Abdullah.

Nurdin Abdullah mengaku kaget sebab ada pemberian dari Momo. "Kok Momo serahkan lagi ke kita. Itu kan pertanyaan saya. Masih ingat gak Syamsul," sambungnya.

Nurdin kukuh uang itu tidak diserahkan langsung ke dia. Menurut pengakuan Nurdin, Syamsul melaporkan jika menyimpan uang itu di kamar.

"Dia tidak serahkan langsung yang mulia. Dia lapor saya di kantor. Saya ingatkan pak Syamsul, saya ngeluh itu. Kenapa Haji Momo libatkan keluarga saya," ujarnya.

Namun Syamsul tetap pada pernyataannya dan mengaku uang itu diberikan langsung ke Nurdin Abdullah saat hendak ke kantor. Ia menyerahkannya di bagian ruang tamu, di kamar pribadi Nurdin Abdullah.

"Seingat saya sempat dipegang itu uang lalu disimpan dia simpan di meja," tandas Syamsul.

Diketahui, sidang kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur yang menyeret nama Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah kembali digelar, Kamis, 14 Oktober 2021.

Pada sidang tersebut, jaksa penuntut umum menghadirkan enam orang saksi fakta diantaranya mantan ajudan Nurdin, Syamsul Bahri dan Salman Natsir, mantan kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sari Pudjiastuti, dan pegawai Bank Mandiri, Ardi, Miftahul Jannah dan Asriadi.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More