Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 09 Juli 2021 | 15:48 WIB
Keponakan Nurdin Abdullah menangis. Menuntut haknya dibayarkan Pemprov Sulsel, Jumat 9 Juli 2021 [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Keponakan Gubernur Sulawesi Selatan non aktif Nurdin Abdullah mengamuk di Kantor Gubernur Sulsel. Perempuan yang biasa disapa Vita tersebut meminta agar piutang jasa katering wisata Covid-19 segera dibayarkan.

Perusahaan Vita adalah salah satu penyedia jasa dari katering wisata Covid di Sulsel. Ia mengaku Pemprov Sulsel masih berhutang hingga miliaran rupiah.

"Empat bulan tidak dibayar. Nominalnya macam-macam. Kami sudah empat kali dipanggil Inspektorat, BPK, selesai semua, tidak ada masalah," ujarnya sambil menangis, Jumat, 9 Juli 2021.

Ia mengaku tidak tahu penyebab kenapa Pemprov Sulsel belum bayar piutang hingga kini. Dulu, alasannya pembayaran masih dalam tahap audit.

Baca Juga: Masa Tahanan Nurdin Abdullah Ditambah 20 Hari, Penyidik KPK Serahkan Bukti ke JPU

Saat ini, auditnya sudah selesai. Kata Vita, sebenarnya tak ada lagi masalah. Namun, oleh Pemprov Sulsel diminta bersabar.

"Sampai miliaran karena ini dengan hotel, katering. Kita bukan orang kaya, kita ndak punya apa-apa, baru ko kasih begini. Orang tua ta sudah Covid, meninggal, sampai detik ini tidak dibayar. Sakit ini kita hatinya. Itu makanan ko sudah makan, ko tidak mau bayar kita," keluhnya.

Vita mengaku distributor dan pedagang sering menagihnya. Ia bahkan didatangi polisi karena dilaporkan.

Setahun belakangan juga pembayaran lancar. Namun, mandek empat bulan terakhir.

"Kita didatangi sama orang, distributor sampai dibawakan polisi karena dia (Pemprov) tidak bayar kita. Semua cuma bilang sisa persetujuan pimpinan. Kita datang ke sini untuk minta untuk dibayarkan," tegasnya.

Baca Juga: Berkas Rampung, Kasus Suap Proyek Gubernur Nurdin Abdullah Segera Diadili

Dinas yang bersangkutan yakni BPBD menyebut pembayaran sisa menunggu persetujuan dari pimpinan dalam hal ini Plt Gubernur Sulsel. Saat ini belum disetujui.

"Semuanya satu tahun lancar aman, baru kali ini begini. Mana pimpinannya mau ketemu kita, tidak ada. Pimpinan saja ditemui susah. Coba mi bayangkan jadi saya dan teman-temanku tidak dibayarkan sampai saat ini. Ratusan orang kita kasih makan tidak dibayarkan sampai sekarang," bebernya.

Vendor lain berinisial K mengaku rumahnya bahkan hampir dibakar oleh distributor. Ia meminta agar Pemprov Sulsel segera membayarkan piutang katering.

"Kita mengerti kalau diaudit tapi ini kan sudah klir. Disuruh menunggu, sabar, menunggu, sampai kita didatangi orang mau dibakar rumah ta," keluhnya.

Ia bilang Pemprov Sulsel masih janji-janji terus hingga kini. Namun tak kunjung dibayar.

"Kami juga tidak mengerti. Alasannya kemarin mau diaudit. Sekarang sudah diaudit sudah ACC semua. Kita dijawab sabar, sabar. Kita juga punya utang di distributor," jelasnya.

Sebelumnya, Plt Gubernur Sulsel memilih menyetop program Duta Wisata Covid-19. Selain angka kasus yang sudah turun, juga ada pertimbangan lain.

Hotel dan makanan wisata Covid di Sulsel ini jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BPK menemukan pengadaan makan dan minum untuk tim yang bekerja menangani covid-19. Ternyata hanya dipesan melalui aplikasi pesan Whatsapp.

Total pembayaran makan minum yang dibayarkan tanpa bukti pemesanan itu terjadi sejak bulan April hingga Oktober. Nilainya lumayan besar Rp 353 juta.

Hal tersebut terjadi di Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pertanggungjawabannya juga tidak lengkap.

Kemudian, BPK juga menemukan masalah untuk pengadaan makan minum dan pengadaan jasa akomodasi untuk program Wisata Duta Covid tidak dilengkapi dengan kontrak atau surat perjanjian kerja antara pihak hotel dan BPBD.

Penunjukan hotel berdasarkan SPPBJ tidak dilengkapi informasi yang memadai. Antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran.

Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terkait jumlah pemesanan kamar hanya disatukan berupa paket pekerjaan tidak dirinci jumlah penggunaan kamar.

Selain itu, dokumen pertanggungjawaban keuangan untuk pengadaan hotel tidak dilengkapi dengan berita acara perhitungan bersama yang menjadi dasar dalam pembuatan berita acara serah terima.

Penunjukan hotel juga tidak dilengkapi informasi yang memadai antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran. Juga ditemukan pembayaran belanja lainnya di luar akomodasi hotel sebanyak Rp 21 juta.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More