- Penonaktifan Rektor UNM dijatuhkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
- Diduga terkait kasus pelecehan seksual terhadap dosen dan mahasiswi
- Langkah cepat kementerian patut diapresiasi karena menunjukkan keberpihakan kepada korban
SuaraSulsel.id - QDB, dosen Universitas Negeri Makassar (UNM) yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh Rektor UNM Prof. Karta Jayadi mengaku belum puas.
Terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek).
Ia menilai keputusan penonaktifan sementara Karta Jayadi sebagai rektor belum sepenuhnya mencerminkan keadilan bagi korban.
"Kalau ditanya puas, jujur belum puas. Saya melaporkan mantan rektor ini di dua instansi. Selain Kementerian, juga di Polda, dan prosesnya masih berjalan," kata QDB saat dikonfirmasi, Selasa, 4 November 2025.
Baca Juga:BREAKING NEWS: Rektor UNM Diberhentikan! Menteri Turun Tangan Usut Kasus Pelecehan
Diketahui, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto resmi menonaktifkan Prof. Karta Jayadi dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM).
Tindakan ini dilakukan menyusul dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan Karta terhadap QDB dan mahasiswi.
Menurut QDB, langkah cepat kementerian patut diapresiasi karena menunjukkan keberpihakan kepada korban.
Namun, ia berharap sanksi administratif itu tidak berhenti di tengah jalan.
"Saya pikir ini masih sanksi sementara. Investigasi masih berjalan dan dengan bukti-bukti yang ada, seharusnya beliau (Prof. Karta) mendapat sanksi berat. Tapi saya tetap mengapresiasi langkah cepat Kementerian," ujarnya.
Baca Juga:Detik-Detik Terakhir Mahasiswa UNM Sebelum Terjatuh dari Jembatan Kembar Gowa Diungkap Teman
QDB juga mengungkapkan bahwa dirinya bukan satu-satunya korban. Ada lebih dari satu korban, termasuk mahasiswi, yang juga melaporkan kejadian yang dialaminya.
Dari informasi yang dihimpun, dugaan pelecehan dilakukan melalui pesan singkat berisi stiker dan ajakan bermuatan mesum. Modusnya sama seperti yang dilakukan terhadap QDB.
"Korbannya tidak hanya satu atau dua orang. Ada lebih termasuk mahasiswi. Sekarang kami saling melindungi," tutur QDB.
Peristiwa tersebut meninggalkan jejak trauma mendalam bagi para korban. Karena itu, ia berencana mendirikan lembaga yang fokus pada reformasi penanganan kekerasan seksual di kampus.
"Setelah kasus ini saya akan buat lembaga reformasi soal penanganan kekerasan seksual di kampus, karena kasus seperti ini betul-betul menyisakan luka yang panjang," katanya.
"Tidak hanya karena kita korban kekerasan seksual, tapi kita juga yang disalahkan. Dibilang gatal, tidak berani melawan, padahal tidak semua orang punya keberanian bicara karena malu," lanjutnya.