- Seharusnya Sultra bisa meningkatkan pendapat ekonomi daerah tanpa bergantung dari dana transfer
- 96 perusahaan tambang juga harus melunasi kontribusi dan kewajibannya untuk daerah
- Meminta Menteri ESDM menggunakan kewenangan agar para perusahaan bisa melunasi kewajiban
SuaraSulsel.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI) Bahlil Lahadalia menegur 96 perusahaan tambang nakal di Bumi Anoa.
Gubernur Sulawesi Tenggara Andi Sumangerukka, meminta Kementerian ESDM tidak memberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebelum perusahaan tambang itu melaksanakan kewajibannya, termasuk membayar pajak daerah.
"Saya mohon pak Menteri jangan beri RKAB untuk 96 perusahaan sebelum melunasi kewajibannya untuk Sultra," kata Andi Sumangerukka, Minggu (2/11).
Ia mengatakan selama kurang lebih delapan bulan menjabat gubernur, dirinya menyadari kondisi finansial Sultra memprihatinkan.
Baca Juga:PT Position Bantah Tuduhan Caplok Wilayah Tambang PT WKM di Halmahera Timur
Kondisi tersebut ditunjukkan data Kemendagri bahwa Sultra berada di urutan ke-37 dari 38 provinsi yang penyerapan pendapat asli daerahnya masih kecil.
Padahal, kata Andi Sumangerukka, Sultra termasuk daerah yang memiliki kekayaan alam tambang nikel dan hasilnya sekira 90 juta metrik ton nikel dihasilkan dari pertambangan yang berada di Bumi Anoa.
"Kami dapat dana bagi hasil dari pemerintah pusat kurang lebih Rp833 miliar, padahal kalau saya hitung-hitung dari 90 juta metrik ton dikali saja Rp30 juta sudah mencapai Rp 57 triliun," jelas Andi Sumangerukka.
Ia melanjutkan dengan kondisi tersebut, seharusnya Sultra bisa meningkatkan pendapat ekonomi daerah tanpa bergantung dari dana transfer pemerintah pusat.
Dia menambahkan pendapatan tersebut belum lagi dari pengelolaan bahan jadi vero nikel yang mencapai 3,5 juta ton bisa menyumbang sebesar Rp50 triliun keuntungan.
Baca Juga:Terungkap! Tambang Emas Raksasa di Sulawesi: Cadangan 7 Juta Ounce
"Artinya Sulawesi Tenggara menyumbang kurang lebih Rp100 triliun, tetapi kenyataannya kami hanya dapat Rp833 miliar," sebut Andi Sumangerukka.
Ia menuturkan, 96 perusahaan tambang juga harus melunasi kontribusi dan kewajibannya untuk daerah diantaranya penggunaan bahan bakar industri yang bisa menyumbang Rp1.100 setiap liter.
Kemudian, retribusi Pajak Air Permukaan (PAP) dan penggunaan plat nomor kendaraan di Sultra.
"Tetapi dari tiga ini kalau saya hitung-hitung kemungkinan kita dapat Rp1 triliun dari situ, kalau para pemilik IUP mau membayar," ungkap Andi Sumangerukka.
Ia menyadari selaku pemerintah daerah tidak memiliki kekuatan untuk memaksa perusahaan tambang melunasi kewajiban mereka karena keterbatasan wewenang pemda.
Untuk itu, dirinya meminta Menteri ESDM menggunakan kewenangan agar para perusahaan bisa melunasi kewajiban untuk daerah sebelum diterbitkan izin usaha.