SuaraSulsel.id - Perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses layanan perbankan mulai menunjukkan dampak nyata di Sulawesi Selatan.
Dalam setahun terakhir, tercatat sebanyak 19 kantor fisik bank umum tutup di Sulsel. Ternyata hal ini terjadi seiring dengan masifnya adopsi layanan digital banking.
Berdasarkan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan, jumlah kantor bank di Sulsel mengalami penurunan dari 879 unit pada April 2024 menjadi 860 unit pada April 2025.
"Penurunan ini terdiri dari 7 kantor milik bank Himbara (Himpunan Bank Negara) dan 12 kantor lainnya dari Bank Umum Swasta Nasional," ungkap Kepala OJK Sulselbar, Moch Muchlasin, Selasa, 17 Juni 2025.
Baca Juga:Raih Penghargaan, BRI Buktikan Mampu Membangun Ketahanan Pangan Berbasis Komunitas
Muchlasin menjelaskan, penurunan ini bukan disebabkan oleh melemahnya industri perbankan. Melainkan justru menjadi sinyal kuat dari transformasi layanan ke arah digital.
"Ini lebih karena adanya pergeseran perilaku nasabah yang makin terbiasa menggunakan layanan digital banking, seperti mobile banking dan internet banking. Efisiensi menjadi kata kunci," katanya.
Meski kantor-kantor bank mulai berkurang, OJK memastikan bahwa akses masyarakat terhadap layanan perbankan tetap terjaga dengan baik.
Saat ini, hampir semua bank besar telah menyediakan layanan digital yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi kapan saja dan dari mana saja.
"Tren saat ini bukan hanya terjadi di Sulsel, tetapi juga secara nasional. Digitalisasi sistem keuangan berkembang sangat cepat dan kita melihat bank merespons dengan menyesuaikan model bisnis mereka," terang Muchlasin.
Baca Juga:Modus Salah Transfer Uang Bikin Warga Sulsel Resah, Korban Diancam!
Menurutnya, layanan berbasis digital memberikan kemudahan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan layanan konvensional.
Transaksi seperti transfer dana, pembayaran tagihan, pembukaan rekening, hingga pengajuan pinjaman kini bisa dilakukan tanpa harus datang ke kantor cabang.
Hal ini juga tercermin dari data OJK yang mencatat lonjakan volume transaksi digital perbankan terus meningkat.
"Masyarakat makin percaya dan nyaman dengan layanan digital. Itu yang kemudian menjadi alasan utama banyak bank mulai mengalihkan fokus mereka ke teknologi," tambahnya.
Selain karena perubahan pola konsumsi layanan keuangan, alasan lain di balik penutupan sejumlah kantor bank adalah strategi efisiensi operasional. Dalam industri keuangan yang kompetitif dan bergerak cepat, pengurangan biaya tetap menjadi pertimbangan utama.
Walau demikian, ia menegaskan bahwa efisiensi ini tidak serta-merta berarti pemutusan hubungan kerja besar-besaran.
Justru, lanjutnya, banyak tenaga perbankan yang kini dialihkan atau ditingkatkan kapasitasnya untuk mengelola layanan digital, analisis data, keamanan siber, dan pengembangan aplikasi keuangan.
Muchlasin menyebut, fenomena menjadi peluang, sekaligus tantangan bagi pelaku industri jasa keuangan, termasuk di daerah.
Di satu sisi, bank dituntut untuk lebih inovatif dalam merespons kebutuhan pasar. Tetapi di sisi lain, pemerintah dan regulator seperti OJK harus memastikan tidak ada masyarakat yang tertinggal dari arus digitalisasi ini.
"Literasi dan inklusi keuangan tetap jadi prioritas kami. Jangan sampai transformasi digital ini justru menciptakan kesenjangan baru, terutama bagi masyarakat di wilayah pelosok yang belum sepenuhnya tersentuh teknologi," ujarnya.
Dengan laju perubahan yang terjadi saat ini, OJK memperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, jumlah kantor fisik bank kemungkinan akan terus mengalami penyusutan secara bertahap, terutama di kota-kota besar seperti Makassar, Parepare, dan Palopo.
Namun, kantor fisik tidak akan sepenuhnya hilang. Beberapa fungsi utama seperti konsultasi keuangan, layanan prioritas, hingga penanganan sengketa atau dokumen hukum masih akan membutuhkan kehadiran fisik.
Untuk itu, pihaknya terus mendorong kolaborasi antara perbankan, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan literasi keuangan digital. Khususnya bagi pelaku UMKM, petani, nelayan, dan masyarakat desa.
OJK juga aktif mengimbau masyarakat agar tetap berhati-hati dalam menggunakan layanan digital. Edukasi terkait keamanan data, phishing, hingga penipuan online juga menjadi bagian penting dari transisi ini.
Secara nasional, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis OJK, jumlah kantor bank mengalami penurunan signifikan dari 24.243 pada bulan Maret 2024, menjadi 23.734 pada bulan Maret 2025.
Artinya, jumlah kantor dari seluruh bank di Indonesia telah berkurang 509 unit dalam setahun.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing