"Ikuti arus tapi jangan terbawa arus. Ikuti kebiasaannya yang tidak melanggar syariat, dan mengingatkan di saat melakukan kesalahan," kata Musyawir.
Musyawir berpandangan berdakwah di daerah 3T menyenangkan dan sekaligus menantang.
Kondisi tersebut mengingatkannya dengan perjuangan Nabi Muhammad saw yang mengalami banyak kesulitan dan risiko saat menyampaikan dakwah.
Membangun Harmoni Sosial
Baca Juga:6 Persiapan Itikaf Ramadan Agar Membawa Ketenangan Hati dan Keberkahan
Kementerian Agama pada 2025 mengirim 1.000 dai dan daiyah dari berbagai daerah di Indonesia ke wilayah 3T, wilayah khusus, hingga luar negeri.
Selain itu, Kemenag juga memperluas akses layanan keagamaan bagi diaspora Indonesia di luar negeri dengan mengirim lima dai ke Australia, Jerman, dan Selandia Baru.
Para pendakwah yang ditugaskan di luar negeri merupakan peraih juara MTQ di tingkat nasional.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Abu Rokhmad memberi apresiasi yang tinggi kepada para dai yang bertugas di daerah 3T.
Dedikasi mereka dalam menyebarkan ajaran Islam yang ramah, damai, dan moderat telah berkontribusi besar dalam memastikan layanan keagamaan menjangkau pelosok desa.
Baca Juga:Masjid Al Markaz Hadirkan Muballigh Berbahasa Daerah di Ramadan 1446 H
Keberadaan para dai di daerah 3T sangat strategis dalam membangun harmoni sosial dan memperkuat pemahaman keagamaan yang inklusif.
Untuk itu, Kemenag berkomitmen untuk terus memberi dukungan bagi mereka agar dapat menjalankan tugas dengan lebih optimal.
Para dai yang dikirim ke 3T ini tidak hanya menyebarkan syiar Islam, namun menjadi jawaban dari segala persoalan yang kerap muncul di masyarakat sekitar.
Seperti urusan rumah tangga, ekonomi, pendidikan, hingga pencegahan stunting.
Tak hanya itu, sejak jadi program tahunan pada 2023, tak sedikit penceramah yang malah memilih menetap di tempat dia ditugaskan.
Tak sedikit pula yang menikah dengan warga asli. Karena bagi mereka, syiar Islam bukan hanya tugas tapi menyangkut jalan hidup. (Antara)